budaya
Mengibarkan Haba Aneuk Nanggroe Atjeh (HANA). Diberdayakan oleh Blogger.
NATIJAH
NATIJAH
HUKUM DAN KRIMINAL
HUKUM DAN KRIMINAL
NANGGROE
NANGGROE
atjeh
atjeh
nasional
nasional
SYA'E
clean-5
HADIH MAJA
Home
/
/ Unlabelled
/ Peudada dan Sejarahnya yang tak Terduga
Peudada dan Sejarahnya yang tak Terduga
Posted by: Unknown Posted date: 03.53.00 / comment : 0
Pelintas
di jalan Sumatera, baik dari arah Banda Aceh menuju Medan maupun sebaliknya,
dapat memastikan dirinya sedang berada di Peudada apabila telah tiba di sebuah
jembatan panjang di atas batang air yang muaranya terlihat menganga ke laut
Selat Melaka. Sungai yang di bagian hilirnya ini tampak selalu dipadati
kapal-kapal penangkap ikan bercat warna-warni dijuluk dengan Krueng Peudada,
dan merupakan sungai kedua terbesar dan terpanjang di Kabupaten Bireuen, Aceh,
setelah Krueng Peusangan. Tak heran, jika sungai ini menjadi salah satu penanda
geografis bagi wilayah kecamatan yang berada di bagian barat Kabupaten Bireuen.
Dalam
pekan ketiga bulan ini (15/12/2013), tim peneliti dari CISAH, Lhokseumawe,
kembali berkunjung ke Peudada. Sejak kunjungan pertama mereka di tahun 2008
silam, ada banyak tanda tanya yang belum terpecahkan menyangkut sejarah wilayah
ini. Semua itu berpunca pada saat ditemukan sebuah kompleks makam kuno yang
sebelumnya tidak pernah diduga akan dijumpai di tepi Krueng Peudada.
“Awalnya
itu, kalau tidak salah ingat, penghujung 2008. Waktu itu, kami sedang melakukan
peninjauan singkat ke beberapa wilayah barat pesisir utara Aceh untuk melacak
hubungan wilayah-wilayah itu dengan Samudra Pasai,” tutur Taqiyuddin Muhammad,
anggota tim penelitian, “Saat melintas di Peudada, terlihat ada pohon besar di
sebuah bukit, dekat tikungan jalan yang sering disebut Simpang Maot, Gampong
Garot. Di atas bukit seperti itu, biasanya, sering ditemukan makam-makam kuno.
“Sekujur” pohon besar itu bergantungan kelelawar. Banyak sekali jumlahnya.
Karena penasaran, kami akhirnya naik ke puncak bukit yang berdinding curam
juga. Dan sesampai di atas, kami akhirnya menemukan apa yang sebenarnya memang
sedang dicari.”
Sejauh
ini, terang Taqiyuddin, keberadaan kompleks makam kuno yang dikenal warga
setempat dengan Jirat Meurhom Muda itu tidak pernah disebutkan dalam
tulisan-tulisan para pengkaji sejarah Aceh. “Sebelum penemuan kompleks makam
ini, kami juga tidak pernah menyadari bahwa Krueng Peudada punya arti penting
dari sisi sejarah.”
Berbeda
dengan tetangganya, Kecamatan Jeumpa, yang memiliki legenda tentang Kerajaan
Jeumpa, Peudada justru nyaris tak dengar riwayat masa lalunya. Wilayah yang
sekarang terkenal sebagai penghasil kacang kuning (kedele) ini hanya
disebut-sebut pernah menjadi pangkalan militer kolonial Belanda sekitar tahun
1900. Sebuah informasi berasal dari awal abad ke-20 juga menyebutkan tentang
Kareung Broek(karang busuk) di tepi Krueng Peudada, suatu tempat berkumpul
musafir yang hendak menuju ke Laut Tawar. Di Kareung Broek yang berlaku sebagai
pintu rimba ini, orang-orang Gayo membayar pajak gading. Hanya itu saja.
Informasi lain, apalagi tentang masa yang lebih kuno, tidak pernah tersiar.
Temuan
kompleks makam kuno di Gampong Garot, Peudada, ini berhasil membalikkan
keadaan. Dari sisi sejarahnya, Peudada, ternyata, tak seperti diduga. Sebuah
lokasi di Dusun Meurhom, pada kelokan sungai yang tidak seberapa jauh dari
muara, terbukti sebagai lokasi yang pernah didiami seorang sultan. Skop kekuasaan
sultan dalam sejarah politik Islam adalah kawasan (regional), dan membawahi
raja-raja. “Ini maknanya, Peudada pernah menjadi sebuah pusat pemerintahan
Islam yang besar. Mungkin, masanya saja yang tidak begitu lama,” kata
Taqiyuddin.
Peneliti
yang berdomisili di Lhokseumawe ini juga menerangkan, di kompleks makam
tersebut dijumpai makam-makam dengan batu nisan bertipologi Samudra Pasai. Dua
makam di antaranya ditandai dengan batu-batu nisan bersurat. Dari inskripsi
pada nisan-nisan tersebut diketahui, salah seorangnya adalah Sultan Muhammad
bin Sultan Mahmud Syah. Ia meninggal dunia pada hari Senin, 22 Dzulqa’dah 912
hijriah (1507 masehi), dan sepekan kemudian pada Senin, 28 Dzulqa’dah, telah
dimakamkan pula seorang bernama Sultan Muhammad Syah di Kompleks makam
kesultanan Samudra Pasai periode III, di Meunasah Meucat, Blang Me, Kecamatan
Samudera, Aceh Utara. “Mengenai kesamaan nama dua sultan ini, kemudian
kedekatan waktu meninggal keduanya, ini masih memerlukan pengkajian lebih
lanjut, apakah keduanya orang yang sama atau bukan?”
Selain
Sultan, di kompleks ini juga dimakamkan seorang ulama. Tarikh wafatnya malah
lebih awal dari Sultan, pada 906 hijriah (1501 masehi). Pada batu nisannya
disebutkan, “Inilah kubur seorang yang bijak lagi cerdas serta mulia, Tun
(Tuan) Ahmad Al-Makkiy. Wafat pada Selasa, 23 bulan Muharram tahun 906 sejak
hijrah Nabi yang terpilih.”
Data-data
sejarah yang berhasil ditarik dari kedua makam ini, paling tidak, telah
menunjukkan suatu sisi dari sejarah Peudada pada awal-awal abad ke-16.
“Keberadaan sultan dan seorang ulama sudah cukup menjadi bukti kawasan itu
penting, dan sudah tentu muara Krueng Peudada pernah menjadi dermaga yang
penting pula,” tegas Taqiyuddin.
Bukit
di mana kompleks Jirat Meurhom Muda ini berada merupakan permulaan deretan
perbukitan yang menjurus ke selatan, sepenjulat tepi kiri Krueng Peudada. Di
bentang perbukitan itu, menurut pengakuan seorang warga, juga pernah ditemukan
beberapa kompleks makam lainnya. Salah satunya, kompleks makam yang disebut
masyarakat setempat dengan Jirat Meurhom Chik atau Jirat Manyang.
“Bagaimanapun, wilayah di sepanjang Krueng Peudada ini perlu diteliti dengan
lebih saksama lagi sehingga kita dapat memperoleh gambaran yang lebih akurat
tentang masa lalunya,” ujar Taqiyuddin. (misykah.com)
Tagged with:
Unknown
This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
Popular Posts
-
Nafsiah Mboi, Usai Kondom Sekarang Minyak BabiSetelah membuat marah umat Islam melalui program 'Kondom'-nya, kini Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboi menolak sertifikasi halal p...
-
Terduga Teroris di Bekasi Diduga Jaringan LamonganTEMPO.CO, Bekasi - Densus 88 Antiteror Mabes Polri mencokok Siswanto dan Abidin, dua orang terduga teroris, di Bekasi tadi malam. Penangk...
-
YasinTa baca yasin oeh lheuh seumbahyang bak jum'at malam yang that mulia Nue peu trang hate ban mandum insan yang baca Qu'ran...
-
Bireuen 600 Tahun Silam Bukan LegendaBerbagai legenda tentang Jeumpa dan Bireuen sering didengar dan dituturkan. Tapi, yang satu ini di luar itu semua. Ia adalah penanda...
-
5 Kali Sehari Aceh Dilanda GempaAceh - Warta Indonesia : Aceh kembali dilanda gempa, Gempa pertama yang berkekuatan 6,2 SR terjadi pada pukul 14.37 WIB berpusat di B...
-
Awas, Terompet dan Topi Tahun Baru Lambang PemurtadanTahun baru masehi identik dengan terompet dan topi kerucut. Tidak sedikit masyarakat Muslim yang ikut merayakannya, juga dengan meniu...