budaya
Mengibarkan Haba Aneuk Nanggroe Atjeh (HANA). Diberdayakan oleh Blogger.
NATIJAH
NATIJAH
HUKUM DAN KRIMINAL
HUKUM DAN KRIMINAL
NANGGROE
NANGGROE
atjeh
atjeh
nasional
nasional
SYA'E
clean-5
HADIH MAJA
Pendeta Muhamad Husein Hosea Gencar Misionaris di Aceh
Posted by: Unknown Posted date: 07.56.00 / comment : 0
Muhamad
Husein Hosea Gencar pendeta asal Aceh kelahiran Sigli, Aceh Pidie, 14 Agustus
1951. Kini aktor utama misionaris untuk Aceh. Bahkan sejak awal tahun 2015, jumlah
210 orang pendeta dikirimkan ke Aceh untuk dibabtiskan masuk agama kristen.
Dibenaknya
tidak pernah terpikir sedikitpun untuk pindah agama. Tapi rencana Tuhan lain.
Di usianya yang tiga tahun, pria kelahiran Sigli, Aceh Pidie, 14 Agustus 1951
ini ikut ayahnya yang militer pindah tugas ke Medan. Ayahnya mempunyai 4 istri.
"ibu kandung saya meninggal waktu saya masih kecil.
"Saya
menyelesaikan studi saya sampai menjadi calon uztad," tutur Pdt. Muhamad
Husein Hosea. Di Medan ia ikut organisasi yang kala itu ingin membentuk Aceh
Merdeka. "Kami memerangi orang Kristen dan Batak. Saat itu saya menjabat
sebagai Sekjen. Tujuan kami membentuk RI jadi negara Islam. Dimasa itu saya
juga masuk anggota Komando Jihad," tuturnya.
Tahun
1967, katanya, mereka merusak sejumlah gereja di Aceh sehingga tinggal dua
gereja. Itupun karena kedua gereja tersebut berada di lingkungan Angkatan Laut.
Aksi itu berlanjut ke Sumatera Utara. "salah satu aksi kami adalah membom
Gereja Methodist Indonesia di Medan tahun 1971" jelasnya.
Pada
akhir 1972, ia diperintahkan membunuh pendeta HKBP Teladan, Medan. "Selama
empat minggu berturut turut, saya bersama teman teman saya mempelajari tentang
pendeta itu. Sehari sebelum hari H, gereja itu kami tebari kotoran
manusia" ucapnya. Pada hari H dengan bersenjatakan Golok dan rencong,
mereka sudah berada di Gereja itu sejak pagi hari.
"Sampai
jam 11.00 siang, pendeta yang kami incar tak kunjung datang". Paparnya.
Tapi hal itu tidak menyurutkan keinginan mereka. "Setelah letih menunggu
diluar, saya bersama teman menunggu di dalam gereja. Yang sebagian lagi diluar
mengawasi situasi. Kami duduk dikursi paling belakang. Kami mengikuti ibadah
tersebut dengan hati yang panas" lanjutnya.
Saat
sang pendeta tengah berkhotbah tentang Adam dan Hawa, ia lalu mencoba
membandingkan isi khotbah itu dengan agamanya. "Tiada bedanya,"
kilahnya. Entah mengapa saat itu ia tampak begitu menyimak khotbah tersebut.
Ternyata dalam acara itu juga dilaksanakan ibadah pemberkatan nikah
"Ketika
itu pendeta berkata bahwa barangsiapa yang telah disatukan Allah, tidak bisa
dipisahkan oleh manusia. Lantas saya berpikir kalau di agama saya bisa seorang
suami beristri lebih dari satu asalkan berlaku adil. Dan seorang suami juga
bisa menceraikan istri mulai dari talak satu sampai pasak (membatalkan)"
kisahnya.
Seketika
itu juga teringatlah ia pada orang tuanya. Saya begitu sedih tentang hal ini.
"Ayah saya beristri empat"cetusnya. Terjadilah perbandingan dalam
pikirannya. Pergumulan kian hebat. Ribuan pertanyaan terlontar. Mungkinkah
seorang suami berlaku adil dengan dua atau tiga istri? Dimana letak
keadilannya? Pertanyaan itu terlintas di benaknya.
Akhirnya
sampailah ia pada suatu kesimpulan bahwa agamanya telah tidak berlaku adil.
"Bagaimana mungkin seorang suami berlaku adil dengan istri yang lebih dari
satu?" batinnya. Khotkah pendeta itu ternyata berdampak besar terhadap
dirinya. "Akhirnya saya mengurungkan niat membunuh. Teman-teman saya
keheranan saat saya ajak pulang. Mereka bertanya tanya, ada setan apa yang
membuat saya berubah drastis. Tidak lagi bernafsu membunuh, malah membatalkan
rencana yang sudah rapi tandasnya.
Pada
tahun 1973, ia mengikuti MTQ tingkat peropinsi di Medan. Hari-hari yang
dilaluinya tidak lepas dari khotbah yang diucapkan pendeta tadi. "Saya
bertanya dalam hati apakah maksud semuanya ini" ungkapnya. Seusai MTQ ia
baru sadar bahwa apa yang selama ini dialami merupakan panggilan Tuhan. Ia
memutuskan untuk mencari kantor penginjilan dan menyerahkan diri bagi Kristus.
Awalnya ia tidak tahu kemana. Tapi seingatnya ada kantor orang Kristen di
Pematang Siantar, Sumatra Utara. Dengan uang secukupnya dan bermodal tekad
bulat berangkatlahia ke kota itu. Di Siantar ia bertemu dengan Pdt. Panjaitan
yang saat itu menjabat direktur Zending HKBP.
Setelah
menceritakan kisah hidupnya ternyata ia tidak langsung diterima. Pasalnya ia
adalah seorang yang tengah dipersiapkan menjadi seorang ustad. Latar belakang
keluarganya yang fanatik dijadikan alasan untuk menolaknya. "Tidak baik
seorang calon ustad pindah agama, demikian kira kira ucapan Panjaitan.
"Tapi saya sudah bertekad menjadi Kristen. Bukan karena paksaan, semuanya
murni keinginan saya" tuturnya.
Akhirnya
oleh seorang pengurus sebuah Panti Asuhan ia dikirim ke Dinas Sosial.
"Disana saya dibina selama enam bulan. Dari situ saya dibawa ke Tarutung.
Saya belajar selama satu tahun setelah itu saya baru masuk STT. Saya dikirim ke
STT Duta Wacana Yogjakarta. Saya dibaptis tahun 1975 di Sipoholon, Tapanuli
Utara" ujar suami tercinta Enny Simamora ini.
Setelah
meyelesaikan studi dan menyandang predikat hamba Tuhan, ia menginjil dikota
kelahirannya. Mengetahui hal itu, orang tuanya yang dari awal sudah menentang
kepindahannya langsung menyebarkan isu isu menyesatkan pada masyarakat
setempat.
Ia
dituduh mengkristenkan orang Aceh secara paksa. Orang tuanya juga melaporkannya
kepada Polisi Pangkalan Susu dengan tuduhan melakukan Kristenisasi. Ia langsung
dijebloskan ke penjara dan mendekam selama enam bulan.
Di
penjara, ia dihajar, dipukul bahkan diperlakukan tidak seperti manusia.
"Di penjara yang berukuran sempit, saya hanya mengenakan pakaian dalam.
Saya tidur berdiri" ujarnya. Keluarganya secara terang-terangan menyuap
polisi agar memperlakukannya secara sadis. Sementara ia menjalani masa
hukuman, keluarganya sudah menyusun rencana menghabisinya. "Saya pasrah.
Yang bisa saya lakukan hanya berdoa dan berdoa. Saya percaya bahwa Allah yang
saya sembah adalah Allah yang sanggup menolong saya. Saya berdoa sampai
menangis. Ternyata doa saya dijawab Tuhan," kenangnya. Melalui memo dari
Kapolda Sumut saat itu akhirnya ia dibebaskan. "Bagi saya itu suatu
mujizat," tutur ayah Ranto Rosnawati, Sondang Nur Cahaya, Daniel Kariadi
dan Cut Rachel ini.
Jeruji
besi ternyata tidak mampu memadamkan semangatnya untuk melayani. Ini terbukti
sekeluarnya dari penjara, ia bersama keluarganya memutuskan pergi ke
Lhokseumawe. Selain menginjil, ia juga ingin bertemu dengan keluarganya,
walaupun keluarganya masih antipati, tapi ia tidak menyimpan dendam.
Justru
ia ingin membuktikan bahwa agana yang dianutnya mengajarnya untuk mengasihi
sesama bagaimanapun pahitnya kehidupan. Ketika ayahnya meninggal tahun 1982, ia
tidak diizinkan untuk melihat jasadnya. "Haram hukumnya," ujar mereka
menghalang halanginya. Ia hanya diizinkan melihat dari balik jeruji besi mobil
tahanan. Ironis sekali.
"Saat
saya menetap di Lhokseumawe, banyak orang Aceh mengenal Tuhan. Setelah sekian
lama belajar firman Tuhan pada tanggal 12 Desember 1991 saya membaptiskan enam
orang Aceh," kisah anak ke dua dari sembilan bersaudara pasangan Alm, H.
Muhammad Yusuf dan Cut Manyen ini.
Malamnya
, rumahnya didatangi massa yang jumlahnya ratusan. "Dalam waktu sekejap
rumah saya habis dilalap api. Harta benda kami habis dijarah," ungkapnya.
Tapi, lanjutnya lagi lagi mujizat Tuhan terjadi. Meski rumah kami habis, tapi
tidak ada satupun dari kami yang lecet sedikitpun.
"Saya
masuk penjara lagi selama empat bulan" kisahnya. Ia dituduh telah
menghianati agama terdahulunya. Hukuman yang diterimanya adalah rajam (dipukul
dengan rotan) sebanyak 1000 kali. Ada dua pilihan yang diberikan padanya.
Dirajam atau pindah kembali ke agama asalnya. "Ketika itu saya diiming
imingi berbagai fasilitas mewah jika pindah agama. Di pengadilan yang dihadiri
oleh Pemda, Muspida dan keluarga saya, ditanya apa keputusan saya. Tapi saya
tetap memutuskan untuk menjadi pengikut Kristus. Segala harta benda itu fana,
tapi Kristus abadi," jelasnya.
Soal
teror, sampai saat inipun masih membayanginya. "kepala saya dihargai
mereka lima juta" ujarnya. Kini Husein Hosea melayani di Tangerang. Ia
juga kerap diminta bersaksi di berbagai tempat.
Awal
tahun 2015, sebanyak 170 misionaris ada di Kota Sabang, Banda Aceh dan Aceh
Besar. Pidie dan Pidie Jaya sebanyak 130, Bireuen 80, Aceh Utara dan Kota
Lhokseumawe 120, Aceh Timur 80, Aceh Tamiang 90, Aceh Tengah dan Bener Meriah
100, Aceh Tenggara 70, Aceh Singkil dan Subulussalam 50. Kemudian Aceh Selatan
10 orang, Abdya 20, serta Nagan Raya, Aceh Barat dan Aceh Jaya sebanyak 210
orang Misionaris. Tugas meraka hanya membabtis Rakyat Aceh agar masuk ke agama
Kristen. Namun hingga kini pihaka aparat penegak hukum belum satupun terungkap misionaris
yang dikirimkan ke Aceh.
Tagged with:
atjeh
Unknown
This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
Popular Posts
-
Terduga Teroris di Bekasi Diduga Jaringan LamonganTEMPO.CO, Bekasi - Densus 88 Antiteror Mabes Polri mencokok Siswanto dan Abidin, dua orang terduga teroris, di Bekasi tadi malam. Penangk...
-
YasinTa baca yasin oeh lheuh seumbahyang bak jum'at malam yang that mulia Nue peu trang hate ban mandum insan yang baca Qu'ran...
-
Nafsiah Mboi, Usai Kondom Sekarang Minyak BabiSetelah membuat marah umat Islam melalui program 'Kondom'-nya, kini Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboi menolak sertifikasi halal p...
-
Bireuen 600 Tahun Silam Bukan LegendaBerbagai legenda tentang Jeumpa dan Bireuen sering didengar dan dituturkan. Tapi, yang satu ini di luar itu semua. Ia adalah penanda...
-
5 Kali Sehari Aceh Dilanda GempaAceh - Warta Indonesia : Aceh kembali dilanda gempa, Gempa pertama yang berkekuatan 6,2 SR terjadi pada pukul 14.37 WIB berpusat di B...
-
Awas, Terompet dan Topi Tahun Baru Lambang PemurtadanTahun baru masehi identik dengan terompet dan topi kerucut. Tidak sedikit masyarakat Muslim yang ikut merayakannya, juga dengan meniu...