budaya
Mengibarkan Haba Aneuk Nanggroe Atjeh (HANA). Diberdayakan oleh Blogger.
NATIJAH
NATIJAH
HUKUM DAN KRIMINAL
HUKUM DAN KRIMINAL
NANGGROE
NANGGROE
atjeh
atjeh
nasional
nasional
SYA'E
clean-5
HADIH MAJA
Home
/
/ Unlabelled
/ Misteri Masyarakat Kuno Krueng Beureugang Aceh Utara
Misteri Masyarakat Kuno Krueng Beureugang Aceh Utara
Posted by: Unknown Posted date: 03.48.00 / comment : 0
Krueng
Beureungang yang mengalir di sisi barat wilayah Kecamatan Kuta Makmur, Aceh
Utara, hanya sebuah aliran sungai yang tak begitu lebar. Bagian yang memiliki
kedalaman lumayan juga tidak sampai ke hulunya di sebuah kolam air terjun di
Gampong Meunasah Kulam dalam wilayah kecamatan yang sama. Tepatnya, di Gampong
Saweuk, kedalaman itu berhenti, dan dasar sungai berangsur menjadi dangkal;
berbatuan.
Meskipun
demikian, pada bagian yang relatif dalam, sungai yang pada akhirnya menjadi
pemasok air ke sebuah sungai di rawa-rawa belakang yang selanjutnya bermuara di
Kuala Krueng Geukuh ini, tampak sangat mungkin untuk dilayari. Sungai ini
terlihat seperti jalur transportasi yang menghubungkan wilayah pesisir laut di
barat Kota Lhokseumawe dengan daerah yang agak lebih ke pedalaman di arah
selatan.
Dari
pesisir laut, seseorang dapat melayari sungai sepanjang kira-kira 17 km, dengan
melintasi areal rawa-rawa belakang yang luas, sampai ke kaki bukit di tepi
kanan Krueng Beureugang. Dari situ ia dapat menaiki bukit yang kian ke selatan
kian tinggi. “Mulai kaki bukit, yang kini merupakan Peukan (pusat pasar-red)
Buloh Beureungang, sampai sejauh 8.20 km ke arah barat daya, sampai memasuki
perbatasan Gampong Sidomulyo, Kecamatan Kuta Makmur, adalah kawasan pemukiman
kuno yang padat,” kata Khairul Syuhada, Koordinator Bidang Ekspedisi dan Data
pada CISAH, Lhokseumawe, kepada misykah. com, Senin (23/12/2013).
Fakta
ini, kata Khairul, sudah diketahui pihaknya selama dalam kegiatan penelitian
yang dilakukan secara teratur sejak dua tahun belakangan ini. “Kita sudah
melakukan berkali-kali peninjauan lapangan di sepanjang daerah aliran Krueng
Beureugang , dan kita menemukan sebaran batu-batu nisan bertipologi Samudra
Pasai dalam jumlah yang ditaksir mencapai ribuan.”
Meskipun
umum batu nisan yang diketemukan dapat diidentifikasikan berasal dari zaman
Samudra Pasai, namun para peneliti dari CISAH meragukan jika masyarakat yang
menghuni kawasan itu baru muncul sejak zaman Samudra Pasai, di abad ke-13 M.
Menurut mereka, kawasan tepi Krueng Beureugang ini sudah dihuni sejak masa
lebih awal dari itu. “Mungkin, lebih dari 1000 tahun yang lalu,” ujar Khairul,
“tapi untuk memastikannya tentu perlu penelitian yang lebih mendalam.”
Pendapat
tersebut, untuk sementara ini, masih didasari pertimbangan yang memustahilkan
terjadinya lonjakan penduduk yang begitu besar akibat migrasi dalam abad-abad
Samudra Pasai. Masyarkat kuno Krueng Beureugang, jelas Khairul lagi, tentu
telah bermukim di kawasan itu sejak lama, sebelum kedatangan Islam. Setelah
Islam bersinar di pesisir utara Sumatera ini, mereka berbondong-bondong beralih
kepada Islam, apalagi setelah muncul satu kekuatan politik yang mampu
melindungi Islam dan umatnya seperti Daulah Shalihiyyah (Kerajaan Samudra
Pasai).
Siapakah
mereka yang menghuni kawasan itu, dan bagaimana sejarah mereka sebelum Islam?
Ini masih teka-teki besar. “Namun, kita hampir dapat meyakini bahwa mereka
adalah masyarakat yang sudah berbudaya dan berperadaban. Ini tampak dari
kesenian yang mereka ekspresikan saat mereka sudah menjadi masyarakat Islam
dalam arti yang sesungguhnya. Kesenian yang mereka hasilkan menunjukkan adanya
pengaruh kebudayaan pra-Islam yang sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran
Islam, dan malah justeru memperkaya khazanah kesenian Islam itu sendiri,”
ungkap Khairul.
Salah
satu bukti yang ditemukan di Gampong Panton Rayek II di tepi Krueng Beureugang
adalah batu nisan dengan bentuk dan ukiran-ukiran unik, mencirikan suatu
pengaruh kebudayaan lebih lampau dari zaman Samudra Pasai. “Ini dapat menjadi
salah satu bukti pendukung asumsi yang kami utarakan bahwa kawasan Krueng
Beureugang ini telah dimukimi masyarakat yang sangat kuno di pesisir utara
Sumatera. Tapi, penelitian, ya, tetap mesti dilanjutkan untuk mencapai data-data
sejarah yang lebih akurat,” kata Khairul.
(misykah.com)
Tagged with:
Unknown
This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
Popular Posts
-
Nafsiah Mboi, Usai Kondom Sekarang Minyak BabiSetelah membuat marah umat Islam melalui program 'Kondom'-nya, kini Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboi menolak sertifikasi halal p...
-
Terduga Teroris di Bekasi Diduga Jaringan LamonganTEMPO.CO, Bekasi - Densus 88 Antiteror Mabes Polri mencokok Siswanto dan Abidin, dua orang terduga teroris, di Bekasi tadi malam. Penangk...
-
YasinTa baca yasin oeh lheuh seumbahyang bak jum'at malam yang that mulia Nue peu trang hate ban mandum insan yang baca Qu'ran...
-
Bireuen 600 Tahun Silam Bukan LegendaBerbagai legenda tentang Jeumpa dan Bireuen sering didengar dan dituturkan. Tapi, yang satu ini di luar itu semua. Ia adalah penanda...
-
5 Kali Sehari Aceh Dilanda GempaAceh - Warta Indonesia : Aceh kembali dilanda gempa, Gempa pertama yang berkekuatan 6,2 SR terjadi pada pukul 14.37 WIB berpusat di B...
-
Awas, Terompet dan Topi Tahun Baru Lambang PemurtadanTahun baru masehi identik dengan terompet dan topi kerucut. Tidak sedikit masyarakat Muslim yang ikut merayakannya, juga dengan meniu...