budaya
Mengibarkan Haba Aneuk Nanggroe Atjeh (HANA). Diberdayakan oleh Blogger.
NATIJAH
NATIJAH
HUKUM DAN KRIMINAL
HUKUM DAN KRIMINAL
NANGGROE
NANGGROE
atjeh
atjeh
nasional
nasional
SYA'E
clean-5
HADIH MAJA
TERNYATA ACEH SUDAH DIKENAL SEJAK MASA NABI
Posted by: Unknown Posted date: 22.33.00 / comment : 0
Benarkah pulau
Sumatra telah dikenal oleh Rasulullah SAW semasa hidup, serta telah dilalui dan
disinggahi para pedagang dan pelaut Arab di masa itu? Pernyataan ini
diungkap Prof. Dr. Muhammad Syed Naquib
al-Attas di buku terbarunya “Historical Fact and Fiction”
yang di seminarkan November 2011 lalu.
Syed
Muhammad al Naquib al Attas lahir di Bogor, 5 September 1931 adalah seorang
cendekiawan dan filsuf muslim saat ini dari Malaysia. Ia menguasai teologi,
filsafat, metafisika, sejarah, dan literatur.
Ia juga menulis berbagai buku di bidang
pemikiran dan peradaban Islam, khususnya tentang sufisme, kosmologi, filsafat,
dan literatur Malaysia.
Sumber
Wikipedia menyebutkan, tahun 1962 Al-Attas menyelesaikan studi pasca sarjana
di Institute of Islamic Studies di McGill University,
Montreal, Kanada, dengan thesis Raniri and the Wujudiyyah of
17th Century Acheh.
Al-Attas
kemudian melanjutkan studi ke School of Oriental and African
Studies, University of London di bawah bimbingan Professor A. J.
Arberry dari Cambridge dan Dr. Martin Lings. Thesis doktornya (1962) adalah
studi tentang dunia mistik Hamzah Fansuri.
Pada
1987, Al-Attas mendirikan sebuah institusi pendidikan tinggi bernama International Institute of Islamic Thought and Civilization
(ISTAC) di Kuala Lumpur. Melalui institusi ini Al-Attas bersama
sejumlah kolega dan mahasiswanya melakukan kajian dan penelitian mengenai
Pemikiran dan Peradaban Islam, ia terkenal kritis terhadap Peradaban Barat.
Kesimpulan Al-Attas ini
berdasarkan inductive methode of reasoning.
Metode ini, ungkap al-Attas, bisa digunakan para pengkaji sejarah ketika
sumber-sumber sejarah yang tersedia dalam jumlah yang sedikit atau sulit
ditemukan, lebih khusus lagi sumber-sumber sejarah Islam dan penyebaran Islam
di Nusantara memang kurang. Ada dua fakta yang al-Attas gunakan untuk sampai
pada kesimpulan di atas.
Pertama, bukti sejarah Hikayat Raja-Raja Pasai yang di dalamnya terdapat sebuah
hadits yang menyebutkan Rasulullah saw menyuruh para sahabat untuk berdakwah di
suatu tempat bernama Samudra, yang akan terjadi tidak lama lagi di kemudian
hari. Hikayat Raja-raja Pasai antara lain menyebutkan sebagai berikut“Pada zaman Nabi Muhammad Rasul
Allah salla’llahu ‘alaihi wassalama tatkala lagi hajat hadhrat yang maha mulia
itu, maka sabda ia pada sahabat baginda di Mekkah, demikian sabda baginda: “Bahwa sepeninggalku ada sebuah negeri di atas angin
Samudera namanya. Apabila ada didengar khabar negeri itu maka kami suruh engkau
(sediakan) sebuah kapal membawa perkakas dan kamu bawa orang dalam negeri (itu)
masuk Islam serta mengucapkan dua kalimah syahadat. Syahdan, (lagi) akan
dijadikan Allah Subhanahu wa ta’ala dalam negeri itu terbanyak daripada segala
Wali Allah jadi dalam negeri itu”
Dasarnya
tentu sangat kuat baik secara teologis maupun secara antropologis. Menurutnya,
Hamzah Fansuri, Nurruddin Ar-Raniry, Syamsuddin As-Sumatrani, Syech Abdurrauf
As-singkili yang terkenal dengan nama Syeikh di Kuala atau Syiah Kuala adalah
sekian diantara ulama besar Aceh yang pernah ada di zaman keemasan kesultanan
Pasai dan Kerajaan Aceh Darussalam
Bahkan,
sekian diantara Wali Songo memiliki garis hubungan pendidikan atau lulusan
(alumni) yang berguru di Samudera Pasai sebagai pusat peradaban Islam Asia
tenggara kala itu. Bahkan beberapa diantaranya ada yang memiliki hubungan
keturunan dengan Aceh penyebar Islam di tanah Jawa.
Sumber
wikipedia menyebutkan, bahwa asal-usul penamaan pulau "Sumatra"
sendiri berasal dari keberadaaan sebuah kerajaan benama Samudera Pasai (terletak di pantai pesisir timur
Aceh). Diawali dengan kunjungan Ibnu
Batutah, petualang asal Maroko ke negeri tersebut pada tahun 1345, dia
melafalkan kata Samudera menjadi Samatrah, dan kemudian menjadi Sumatra atau Sumatera,
selanjutnya nama ini tercantum dalam peta-peta abad ke-16 buatan Portugis,
untuk dirujuk pada pulau ini, sehingga kemudian dikenal meluas sampai sekarang. (Nicholaas Johannes Krom, De Naam Sumatra, BKI, 100, 1941.)
Kedua, berupa terma “kāfūr” yang terdapat di dalam Al-Qur’an. Kata ini berasal
dari kata dasar “kafara” yang berarti menutupi. Kata “kāfūr” juga merupakan
nama yang digunakan bangsa Arab untuk menyebut sebuah produk alam yang dalam
Bahasa Inggris disebut camphor, atau dalam Bahasa Melayu disebut dengan kapur
barus.
Masyarakat
Arab menyebutnya dengan nama tersebut karena bahan produk tersebut tertutup dan
tersembunyi di dalam batang pohon kapur barus/pohon karas (cinnamomum camphora)
dan juga karena “menutupi” bau jenazah sebelum dikubur.
Produk kapur barus yang terbaik adalah dari Fansur (Barus) sebuah kecamatan
di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, yang terletak di pantai barat
Sumatra.
Dengan
demikian tidak diragukan wilayah Nusantara lebih khusus lagi Sumatra telah
dikenal oleh Rasulullah dari para pedagang dan pelaut yang kembali dengan
membawa produk-produk dari wilayah tersebut (pasai) dan dari laporan tentang
apa yang telah mereka lihat dan dengar tentang tempat-tempat yang telah mereka
singgahi.
Menurut berita-berita luar yang juga diceritakan dalam Hikayat Raja-raja Pasai (Pase) kerajaan ini letaknya di kawasan Selat Melaka pada jalur hubungan laut yang ramai antara dunia Arab, India dan Cina. Disebutkan pula bahwa kerajaan ini pada abad ke XIII sudah terkenal sebagai pusat perdagangan di kawasan itu.
Menurut berita-berita luar yang juga diceritakan dalam Hikayat Raja-raja Pasai (Pase) kerajaan ini letaknya di kawasan Selat Melaka pada jalur hubungan laut yang ramai antara dunia Arab, India dan Cina. Disebutkan pula bahwa kerajaan ini pada abad ke XIII sudah terkenal sebagai pusat perdagangan di kawasan itu.
Kembali
menurut Al-Attas, ia menyebutkan, ada empat faktor penyebab minimnya sumber dan
kajian sejarah Islam dan sejarah penyebaran Islam di Nusantara.
Pertama, sumber
dan karya ilmiah sejarah Islam yang ditulis dalam huruf Jawi/Pego (Arab latin)
oleh masyarakat Nusantara tidak begitu terkenal di kalangan ilmuwan Barat
karena tidak banyak dari mereka yang pandai membaca tulisan Jawi.
Kedua, banyak sumber sejarah yang hilang atau
tidak diketahui keberadaannya pada zaman penjajahan. Ketiga, biasanya sumber-sumber sejarah
yang ditulis masyarakat Nusantara dianggap oleh orientalis sebagai artifak
sastra, sebagai karya dongeng atau legenda, yang hanya bisa dipelajari dari
sudut filologi atau linguistik, dan tidak bisa diterima sebagai sumber sejarah
yang sempurna dan benar.
Keempat, karena minimnya sumber dan kajian
sejarah Islam Nusantara membuat para ilmuwan Barat hanya menggunakan sumber,
kajian dan tulisan dari luar Nusantara termasuk dari Barat. Mereka tidak
memperhatikan atau mungkin tidak tahu adanya bahan-bahan dan informasi yang
terdapat dalam berbagai sumber sejarah Islam termasuk sumber-sumber sejarah
dari wilayah Nusantara.
Prof.
Dr. Abdul Rahman Tang, Akademis dan dosen pasca sarjana di Departemen Sejarah
dan Peradaban, Kulliyyah of Islamic Revealed Knowledge and
Human Sciences di International Islamic University Malaysia,
selaku pembanding menyatakan kajian sejarah Islam Nusantara yang dilakukan
al-Attas dalam buku tersebut sebagian besar bersifat spekulatif.
Salah satu fakta spekulatif
tersebut adalah hadits yang terdapat dalam Hikayat Raja Raja Pasai. Menurutnya,
fakta-fakta tersebut bisa valid jika telah menjalani proses “verification of
fact”. Namun Al-Attas tidak melakukan proses ini terhadap hadits yang
disebutkan di dalam hikayat raja-raja pasai tersebut.
Muslim
China warga Malaysia ini mempertanyakan tentang hadits ini dan mengkhwatirkan
implikasinya terhadap pemikiran masyarakat Nusantara. Menurutnya, al-Attas
melakukan inductive methode of reasoning secara tidak konstruktif. Sedang
Dr. Syamsuddin Arif, dosen IIUM asal Jakarta, selaku pembicara kedua dalam
acara bedah buku tersebut mengungkapkan kesimpulan al-Attas di atas logis dan
sesuai dengan fakta.
i berdasarkan prjalanan pelaut dan pedagang Arab pada masa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang pergi ke
China. Untuk mencapai negeri China melalui laut tak ada rute lain kecuali
melalui dan singgah wilayah Nusantara.
Lebih
lanjut Arif mengemukakan berbagai teori dan pendapat tentang kapan, dari mana,
oleh siapa, dan untuk apa penyebaran Islam di Nusantara beserta bukti-bukti dan
fakta-fakta yang digunakan untuk mendukung pendapat-pendapat tersebut. Arif
juga menjelaskan ilmuwan siapa saja yang memegang dan yang menentang
pendapat-pendapat tersebut.
Di
akhir makalahnya, Arif mempertanyakan pendapat J.C. Van Leur yang pertama kali
menyatakan bahwa penyebaran Islam di Nusantara dimotivasi oleh kepentingan
ekonomi dan politik para pelakunya.
Van
Leur dalam bukunya “Indonesian Trade and Society”
berpendapat, sejalan dengan melemahnya kerajaan-kerajaan Hindu-Budha di
Sumatera dan khususnya di Jawa, para pedagang Muslim beserta muballigh lebih
berkesempatan mendapatkan keuntungan dagang dan politik.
Dia
juga menyimpulan adanya hubungan saling menguntungkan antara para pedagang
Muslim dan para penguasa lokal. Pihak yang satu memberikan bantuan dan dukungan
materiil, dan pihak kedua memberikan kebebasan dan perlindungan kepada pihak
pertama.
Menurutnya,
dengan adanya konflik antara keluarga bangsawan dengan penguasa Majapahit serta
ambisi sebagian dari mereka untuk berkuasa, maka islamisasi merupakan alat
politik yang ampuh untuk merebut pengaruh hingga menghimpun kekuataan.
Menurut
catatan M. Yunus Jamil, bahwa
pejabat-pejabat Kerajaan Islam Samudera Pasai terdiri dari orang-orang alim dan
bijaksana. Adapun nama-nama dan jabatan-jabatan mereka adalah sebagai berikut, Seri
Kaya Saiyid Ghiyasyuddin, sebagai Perdana Menteri. Saiyid Ali bin Ali Al
Makaarani, sebagai Syaikhul Islam. Bawa Kayu Ali Hisamuddin Al Malabari,
sebagai Menteri Luar Negeri.
Dari
catatan-catatan, nama-nama dan lembaga-lembaga seperti tersebut di atas, Prof.
A. Hasjmy berkesimpulan bahwa, sistem pemerintahan dalam Kerajaan Islam
Samudera Pasai sudah teratur baik, dan berpola sama dengan sistem pemerintahan
Daulah Abbasiyah di bawah Sultan Jalaluddin Daulah (416-435 H).
Nama
Samudera dan Pasai sudah populer disebut-sebut baik oleh sumber-sumber Cina,
Arab dan Barat maupun oleh sumber-sumber dalam negeri seperti Negara Kertagama
(karya Mpu Prapanca, 1365) pada abad ke 13 dan ke-14 Masehi. Dan tentang asal
usul nama kerajaan ini ada berbagai pendapat.
Menurut
J.L. Moens, kata Pasai berasal
dari istilah Parsi yang
diucapkan menurut logat setempat sebagai Pa’Se. Dengan catatan bahwa sudah
semenjak abad ke VII M, saudagar-saudagar bangsa Arab dan Parsi sudah datang
berdagang dan berkediaman di daerah yang kemudian terkenal sebagai Kerajaan
Islam Samudera Pasai.
Mohammad Said, salah seorang wartawan dan cendikiawan
Indonesia pengarang buku ACEH SEPANJANG ABAD yang
berkecimpung dengan penelitiannya tentang kerajaan ini dan kerajaan Aceh, dalam
prasarannya yang berjudul “Mentjari Kepastian Tentang
Daerah Mula dan Cara Masuknya Agama Islam ke Indonesia",
berkesimpulan bahwa istilah PO SE yang populer digunakan pada pertengahan abad
ke VIII M seperti terdapat dalam laporan-laporan Cina, adalah identik atau
mirip sekali dengan Pase atau Pasai.
Pendapat
ini adalah sesuai dengan apa yang telah dikemukakan oleh Prof. Gabriel Ferrand
dalam karyanya (L’Empire, 1922, hal.52-162), dan
pendapat Prof. Paul Wheatley dalam (The Golden Khersonese,
1961, hal.216), yang didasarkan pada keterangan para musafir Arab tentang Asia
Tenggara. Kedua sarjana ini menyebutkan bahwa sudah sejak abad ke-7 Masehi,
pelabuhan-pelabuhan yang terkenal di Asia Tenggara pada masa itu, telah ramai
dikunjungi oleh para pedagang dan musafir-musafir Arab. Bahkan pada setiap
kota-kota dagang itu telah terdapat fondachi-fondachi atau
permukiman-permukiman dari pedagang-pedagang yang beragama Islam. Wallahu'alam bissawab.(Sumber
INFO DUNIA ISLAM).
Unknown
This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
Popular Posts
-
Nafsiah Mboi, Usai Kondom Sekarang Minyak BabiSetelah membuat marah umat Islam melalui program 'Kondom'-nya, kini Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboi menolak sertifikasi halal p...
-
Terduga Teroris di Bekasi Diduga Jaringan LamonganTEMPO.CO, Bekasi - Densus 88 Antiteror Mabes Polri mencokok Siswanto dan Abidin, dua orang terduga teroris, di Bekasi tadi malam. Penangk...
-
YasinTa baca yasin oeh lheuh seumbahyang bak jum'at malam yang that mulia Nue peu trang hate ban mandum insan yang baca Qu'ran...
-
Bireuen 600 Tahun Silam Bukan LegendaBerbagai legenda tentang Jeumpa dan Bireuen sering didengar dan dituturkan. Tapi, yang satu ini di luar itu semua. Ia adalah penanda...
-
5 Kali Sehari Aceh Dilanda GempaAceh - Warta Indonesia : Aceh kembali dilanda gempa, Gempa pertama yang berkekuatan 6,2 SR terjadi pada pukul 14.37 WIB berpusat di B...
-
Awas, Terompet dan Topi Tahun Baru Lambang PemurtadanTahun baru masehi identik dengan terompet dan topi kerucut. Tidak sedikit masyarakat Muslim yang ikut merayakannya, juga dengan meniu...