budaya
Mengibarkan Haba Aneuk Nanggroe Atjeh (HANA). Diberdayakan oleh Blogger.
NATIJAH
NATIJAH
HUKUM DAN KRIMINAL
HUKUM DAN KRIMINAL
NANGGROE
NANGGROE
atjeh
atjeh
nasional
nasional
SYA'E
clean-5
HADIH MAJA
Home
/
/ Unlabelled
/ Zawiyah Miruk, Aceh Besar: Jejak Masa Lampau Tasawuf di Aceh
Zawiyah Miruk, Aceh Besar: Jejak Masa Lampau Tasawuf di Aceh
Posted by: Unknown Posted date: 05.43.00 / comment : 0
Kemana pun kita pergi di Asia Tenggara ini, ketika orang-orang Islam berbicara mengenai sejarah tasawuf di Nusantara, mereka nyaris tak pernah luput menyebut nama-nama tokoh semisal Hamzah Fanshuriy, Syamsuddin As-Sumatraniy, Nuruddin Ar-Raniriy dan ‘Abdur Ra’uf Ar-Sinkiliy. Karya-karya para tokoh tasawuf itu diyakini sebagai sumber-sumber pemikiran tasawuf di Nusantara. Tokoh-tokoh besar itu dikenal sebagai ulama Aceh. Karenanya, Aceh pun dipandang sebagai pusat pembelajaran dan pengembangan tasawuf Islam di Nusantara dan Asia Tenggara.
“Tidak
hanya tokoh-tokoh ulama tasawuf serta karya-karya mereka. Dari seluruh wilayah
Nusantara, barangkali, hanya Aceh-lah satu-satunya yang secara menonjol
mengabadikan pengaruh tasawuf dalam pendidikan Islam dan menamakan lembaganya
dengan dayah. Kata ini merupakan peralihan fonetik dari zawiyah yang dalam
bahasa Arab berarti pojok dari suatu tempat. Secara istilah, zawiyah adalah
tempat yang dipersiapkan khusus untuk ibadah dan pangkalan bagi para mujahidin.
Dan juga tempat bagi orang-orang yang ingin menuntut ilmu agama. Di situ
diberikan dan diperlengkapi semua hal yang mereka perlukan,” tutur Taqiyuddin
Muhammad, peneliti sejarah kebudayaan Islam Aceh, sesaat peninjauannya ke
sebuah bangunan kuno di Gampong Miruk, Kecamatan Krueng Barona Jaya, Aceh
Besar, Rabu (11/12/2013).
“Dari
sisi arsitektural dan keletakannya, bangunan itu jelas merupakan sebuah
zawiyah; orang Aceh menyebutnya dayah,” ujar Taqiyuddin.
Zawiyah
atau zawaya adalah istilah yang digunakan orang-orang Maroko atau barat dunia
Islam untuk menyebut khanqah. Istilah khanqahyang berarti rumah untuk ibadah
ini muncul pada abad ke-4 hijriah dan populer pada zaman dinasti Al-Aiyyubiyah
dan Mamalik di Mesir. Pada masa dinasti Al-Utsmaniyyah, khanqah menjadi takiyyah (takaya). Sebelum itu lagi,
disebut dengan ribath. Zawiyah dan ribath sama-sama berfungsi sebagai pusat
berkumpul para sufi untuk berjihad di jalan Allah, sekaligus tempat mempelajari
dasar-dasar ilmu thariqat dan syariat. Zawiyah (dayah) juga dapat berupa
bangunan-bangunan kecil yang berada jauh dari pusat kota, yang memungkinkan para
sufi dan murid mereka mengkhususkan diri untuk beribadah. “Sebelum ini, saya
pernah melihat satu bangunan zawiyah, kalau tidak salah, di wilayah Kecamatan
Seulimum,” kata Taqiyuddin, “tapi yang itu tampaknya tidak sekuno ini.”
Struktur
bangunan yang menyerupai mesjid kecil ini diyakini warga Miruk sebagai tempat
beribadah Teungku Khalut yang makamnya berada di sisi kanan halaman belakang
bangunan tersebut. Teungku Khalut ini tidak diketahui nama aslinya, malah
bangunan itu sendiri menurut Azhar Ismail (43), warga Miruk, sudah ada semenjak
kakek-kakek mereka membuka tempat ini untuk pemukiman.
Tebal
dinding bangunan yang terbuat dari batu bata ini sekitar 34-36 cm. Memiliki
ruang dalam seluas 6,36 m ditambah bagian mihrab yang menyembul di sisi barat.
Dinding di bagian depan (barat) bangunan tampak masih lebih utuh dan
berketinggian sekitar 2 m. Sementara dinding bagian belakangnya (timur)
kononnya sudah lama runtuh dan hanya menyisakan susunan bata setinggi lutut
laki-laki dewasa. Bagian atapnya tidak pernah ditemukan, tapi beberapa bagian
lantai masih terlihat, dan sepertinya terbuat dari terakota. Bangunan yang
berada di tepi kanan Krueng Aceh ini menurut warga setempat sudah sangat lama
dalam kondisi demikian. “Sejak kami kecil, bangunan itu sudah begitu,” tutur
Edi Nur (39), Sekretaris Gampong Miruk, “kami sering main di situ waktu masih
kanak-kanak.”
Selain
bangunan zawiyah, juga ditemukan bekas sumur atau semacam wadah air di sebelah
selatan, berjarak sekitar 3 m lebih. Uniknya, cincin sumur atau tepi wadah yang
berdiameter 51 cm itu terbuat dari batu yang telah dilubangi bagian tengahnya
sedemikian rupa dan menyisakan ketebalan keliling cincin sekitar 13 cm. Lain
itu lagi, ada batu-batu besar yang sepertinya pernah dijadikan alas duduk.
Batu-batu itu, kata Edi Nur, dulunya terlihat berurut membentuk
lingkaran-lingkaran, dan jumlahnya sangat banyak. “Tapi sekarang sudah tidak
ada lagi. Cuma sebagian sisanya saja yang masih ada, dan diletakkan di samping
bangunan itu.”
Dari
bekas-bekas yang masih tersisa itu, peneliti sejarah kebudayaan Islam Aceh,
Taqiyuddin Muhammad, mencoba menyimpulkan bahwa bangunan itu memang memiliki
nilai-nilai sejarah yang penting, terutama menyangkut masa lampau tasawuf di
Aceh. “Dari keletakannya yang berada di daratan delta Krueng Aceh atau yang
bisa kita sebut dengan kawasan Meukuta Alam, dan bersebelahan dengan Gampong
Pango Raya, Banda Aceh, yang merupakan salah satu pusat pemerintahan Islam di
Aceh pada abad ke-16 M, maka saya memperkirakan bahwa bangunan ini berasosiasi
dengan berbagai kompleks situs pemakaman dari abad ke-16, salah satunya
kompleks makam Po Teumeurhom di mana Sultan Syamsu Syah bin Munawwar Syah dan
Malik Ibrahim dikuburkan. Tapi bagaimanapun, bangunan zawiyah dan berbagai
artefak serta ekofak yang ditemukan di Miruk ini merupakan salah satu bukti
perjalanan sejarah tasawuf Islam di Aceh.”
Edi
Nur berharap kepedulian dan perhatian Pemerintah untuk melestarikan bangunan
bersejarah di gampongnya itu. “Selama ini, masyarakat Miruk sudah berusaha
semampu mungkin untuk menjaganya karena yakin bangunan itu punya nilai besar
bagi sejarah Aceh. Kami berharap Pemerintah dapat mendaftarkannya sebagai salah
satu cagar budaya Islami, yang selama ini memang sering dikunjungi,” harap Edi.
(misykah.com).
Tagged with:
Unknown
This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
Popular Posts
-
Terduga Teroris di Bekasi Diduga Jaringan LamonganTEMPO.CO, Bekasi - Densus 88 Antiteror Mabes Polri mencokok Siswanto dan Abidin, dua orang terduga teroris, di Bekasi tadi malam. Penangk...
-
YasinTa baca yasin oeh lheuh seumbahyang bak jum'at malam yang that mulia Nue peu trang hate ban mandum insan yang baca Qu'ran...
-
Nafsiah Mboi, Usai Kondom Sekarang Minyak BabiSetelah membuat marah umat Islam melalui program 'Kondom'-nya, kini Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboi menolak sertifikasi halal p...
-
Bireuen 600 Tahun Silam Bukan LegendaBerbagai legenda tentang Jeumpa dan Bireuen sering didengar dan dituturkan. Tapi, yang satu ini di luar itu semua. Ia adalah penanda...
-
5 Kali Sehari Aceh Dilanda GempaAceh - Warta Indonesia : Aceh kembali dilanda gempa, Gempa pertama yang berkekuatan 6,2 SR terjadi pada pukul 14.37 WIB berpusat di B...
-
Awas, Terompet dan Topi Tahun Baru Lambang PemurtadanTahun baru masehi identik dengan terompet dan topi kerucut. Tidak sedikit masyarakat Muslim yang ikut merayakannya, juga dengan meniu...