budaya
Mengibarkan Haba Aneuk Nanggroe Atjeh (HANA). Diberdayakan oleh Blogger.
NATIJAH
NATIJAH
HUKUM DAN KRIMINAL
HUKUM DAN KRIMINAL
NANGGROE
NANGGROE
atjeh
atjeh
nasional
nasional
SYA'E
clean-5
HADIH MAJA
Home
/
/ Unlabelled
/ Islam Berlabuh dan Jaya di Malaka
Islam Berlabuh dan Jaya di Malaka
Posted by: Unknown Posted date: 02.53.00 / comment : 0
REPUBLIKA.CO.ID
Kesultanan ini mencapai puncak masa kejayaan di bawah pemerintahan Sultan
Mansyur Syah. Malaka nama ini mengena pada sebuah area di Semenanjung Malaya
dengan nama sebuah selat yang memisahkannya dengan Pulau Sumatra.
Letaknya
sangat vital. Yakni, merupakan sebuah jalur laut ramai dilalui orang yang
melewati jalur Asia, terutama bagi para pedagang antarnegara.
Karena
letaknya sangat strategis, masyarakatnya tumbuh dengan cepat. Budaya-budaya
yang dibawa oleh para pedagang, termasuk Islam, diterima dengan baik dan
berkembang dengan cepat.
Di
lokasi yang banyak menjadi incaran para penguasa ini pernah berdiri sebuah
kesultanan yang sangat terkenal dengan armada maritimnya yang kuat, yaitu
Kesultanan Malaka.
Kesultanan
Malaka, menurut pengamat sejarah Islam dari UIN Syarief Hidayatullah Jakarta,
Prof Dien Madjid, didirikan oleh seorang tokoh yang bernama Parameswara.
Ia
adalah seorang pangeran dari kerajaan di Pulau Sumatra yang mulai runtuh karena
serbuan Majapahit. Parameswara bersama rombongannya kemudian melakukan hijrah,
melarikan diri menyeberangi Selat Malaka.
“Ia
lari hingga ke Tumasik (Singapura), kemudian lari lagi ke Muar (sekarang Johor,
Malaysia), hingga sampailah ia ke Semenanjung Malaya,” ujarnya kepada
Republika, pekan lalu.
Asal
muasal nama Malaka sendiri, kata pengamat sejarah dan kebudayaan Melayu
Mahyudin Al Yudra, berasal dari pohon rindang yang oleh penduduk setempat
dinamakan pohon Malaka.
Suatu
ketika, Parameswara sedang berburu dan beristirahat di bawah pohon rindang
Malaka. Tiba-tiba anjing yang dibawanya untuk membantunya berburu diserang oleh
seekor pelanduk berwarna putih.
Parameswara
pun kagum dengan apa yang dilakukan pelanduk atau kancil tersebut, yang bisa
mengalahkan anjingnya yang lebih besar hingga tercebur ke air. Ketika itulah,
ia mendapatkan ilham dan memberi nama tempat yang akan ditinggalinya dengan
nama Malaka.
Versi
lain, ia menyebutkan Malaka berasal dari bahasa arab. “Dari kata malqa, yang
berarti tempat pertemuan,” ujar pria yang juga menjabat sebagai Ketua Balai
Kajian dan Pengembangan Melayu yang berkantor di Yogyakarta itu.
Parameswara
datang ke daerah yang kemudian dikenal sebagai Malaka ini sekitar tahun 1377.
Tadinya, daerah tersebut merupakan dusun yang masih sangat sepi.
Penduduknya
sangat sedikit dan masih percaya dengan animisme dan dinamisme. “Buktinya,
banyak ditemukan patung-patung, menhir, dan batu-batu besar untuk upacara,”
katanya.
Parameswara
pun mulai membangun kawasan tersebut. Melihat lokasinya yang sangat strategis,
ia membangun sebuah kota di bandar pelabuhan dan sebuah pasar.
Ia
pun bisa membuat semua kapal yang melewati daerahnya, Selat Malaka, harus
singgah di Malaka dan mendapatkan surat jalan darinya.
Malaka
menjadi ramai oleh para saudagar yang melewati kawasan itu dengan kapal-kapal
besarnya. Saingannya kala itu hanya satu, yakni Kerajaan Samudra Pasai.
Adapun
satu kelebihan Samudra Pasai, yakni karena kerajaan tersebut Islam. Itu membuat
saudagar dan pedagang dari Arab serta pedagang Islam lainnya lebih senang
singgah di sana daripada di Malaka.
Parameswara
pun sadar agar bisa menarik minat para saudagar Muslim tersebut, ia dan
penduduknya harus masuk Islam. Tahun 1414 Parameswara resmi masuk Islam dan
bergelar Sultan Muhammad Iskandar Syah.
Ia
juga meminang putri dari Sultan Zainal Abidin, yaitu Raja Samudra Pasai, untuk
menjadi istrinya. Raja-raja yang memimpin setelahnya, semuanya Islam dan bisa
mengembangkan kawasan Malaka menjadi bandar pelabuhan persinggahan yang lebih
besar. Penduduknya yang Islam juga semakin bertambah.
Kesultanan
Malaka mencapai puncak masa kejayaan di bawah pemerintahan Sultan Mansyur Syah
(1458-1477). Tak hanya sebagai bandar perdagangan, tetapi Malaka juga
berkembang menjadi pusat penyebaran dan perkembangan agama Islam.
Pemerintahan
berlangsung dengan menjalankan hukum-hukum Islam dan ekonomi yang kuat. Daerah
kekuasaannya pun semakin meluas hingga ke pantai timur Sumatra, seperti Kampar,
Siak, Rokan, dan daerah lainnya. Ia juga bisa menguasai seluruh daerah di
Semenanjung Malaya.
Demi
memperkuat kedudukan Malaka di mata dunia, ia banyak menjalin kerja sama dengan
berbagai kerajaan lain yang lebih besar. Bahkan, hingga menjalin hubungan
dengan Cina.
Setelah
wafat, ia kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Sultan Alauddin Riayat
Syah. Ia bisa memimpin dan memakmurkan Kesultanan Malaka.
Ia
melakukan pengamanan dalam negeri dari segala tindak kejahatan yang membuat
saudagar yang singgah semakin betah.
Dalam
masa pemerintahannya, dibuat aturan siapa pun yang berjalan di malam hari harus
membawa suluh atau obor. Ia juga membangun balai sebagai pusat kegiatan
masyarakat yang dijaga oleh seorang penghulu. Kekuasaan Malaka mulai melemah di
bawah pemerintahan Sultan Mahmud Syah (1488-1511).
Sultan
ini naik takhta dalam usia yang masih belia sehingga tak mempunyai pengalaman
dalam memimpin pemerintahan. Justru, ia banyak berfoya-foya dan main perempuan
serta mengutamakan emosi.
Malangnya,
ketika Kesultanan Malaka sedang dipimpin oleh raja yang lemah, Portugis
mengetahui dan memanfaatkan situasi tersebut.
Portugis
datang di bawah pimpinan Alfonso d’Albuquerque, yang awalnya datang untuk
menjalin perdagangan, namun maksud ini berubah ketika mereka tiba.
Karena
tak mendapatkan izin untuk membuat sebuah gudang di Malaka, Portugis pun naik
pitam, kemudian menyerang dan ingin menaklukkan Kesultanan Malaka.
Ancaman
yang datang tersebut disambut dengan perlawanan yang sengit oleh rakyat Malaka.
Dalam serangan pertama, portugis gagal dan kalah, tak sanggup melawan rakyat
Malaka yang dipimpin Sultan Mahmud Syah dan Bendahara Sri Maharaja.
Namun,
dengan kelicikannya melakukan politik adu domba, Portugis berhasil memecah
belah para pembesar kerajaan. Kemudian, pada Agustus 1511 dilancarkanlah
serangan kedua dan berhasil. Malaka kalah dan pelabuhan besarnya dikuasai
Portugis.
Kesultanan
Malaka berakhir saat itu. Pun berikut kedudukannya sebagai pusat penyebaran
agama Islam karena tak banyak lagi saudagar Muslim yang singgah di sana.
Namun,
bagi masyarakat lokalnya sendiri, Islam sudah melekat dalam kehidupan
sehari-hari mereka dan mereka terus mengembangkannya.
Tagged with:
Unknown
This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
Popular Posts
-
Nafsiah Mboi, Usai Kondom Sekarang Minyak BabiSetelah membuat marah umat Islam melalui program 'Kondom'-nya, kini Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboi menolak sertifikasi halal p...
-
Terduga Teroris di Bekasi Diduga Jaringan LamonganTEMPO.CO, Bekasi - Densus 88 Antiteror Mabes Polri mencokok Siswanto dan Abidin, dua orang terduga teroris, di Bekasi tadi malam. Penangk...
-
YasinTa baca yasin oeh lheuh seumbahyang bak jum'at malam yang that mulia Nue peu trang hate ban mandum insan yang baca Qu'ran...
-
Bireuen 600 Tahun Silam Bukan LegendaBerbagai legenda tentang Jeumpa dan Bireuen sering didengar dan dituturkan. Tapi, yang satu ini di luar itu semua. Ia adalah penanda...
-
5 Kali Sehari Aceh Dilanda GempaAceh - Warta Indonesia : Aceh kembali dilanda gempa, Gempa pertama yang berkekuatan 6,2 SR terjadi pada pukul 14.37 WIB berpusat di B...
-
Awas, Terompet dan Topi Tahun Baru Lambang PemurtadanTahun baru masehi identik dengan terompet dan topi kerucut. Tidak sedikit masyarakat Muslim yang ikut merayakannya, juga dengan meniu...