budaya
Mengibarkan Haba Aneuk Nanggroe Atjeh (HANA). Diberdayakan oleh Blogger.
NATIJAH
NATIJAH
HUKUM DAN KRIMINAL
HUKUM DAN KRIMINAL
NANGGROE
NANGGROE
atjeh
atjeh
nasional
nasional
SYA'E
clean-5
HADIH MAJA
Putera Aceh Yang Terlupakan: Fatahillah Sang Pendiri Kota Jakarta
Posted by: Unknown Posted date: 07.51.00 / comment : 0
Ternyata,
kontribusi Aceh untuk RI bukan hanya menyumbangkan dua pesawat terbang sebagai
modal awal Indonesia ketika baru merdeka, atau bahasa pasee yang dijadikan
linguafrangka, Nama Indonesia “masih ada” pada dunia internasional juga
disuarakan lewat suara Radio Rimba Raya. Saat itu Indonesia sudah dikop kembali
oleh Belanda dalam agresi ke II. Tapi juga yang mendirikan ibukota Negara
Indonesia itu ternyata didirikan oleh seorang putra Aceh yang bernama
Fatahillah
Belum
lagi putra Aceh, Teuku Markam menyumbang 27 kilogram emas di atas puncak Monas
yang kini jadi kebanggaan kota Jakarta. Atau juga Aceh telah menyumbangkan
hasil gas alam-nya selama puluhan tahun untuk pusat yang dikembalikan ke Aceh
hanya nol persen meskipun sudah ada UU bagi hasil.
Dalam
banyak referensi, kota Jakarta didirikan pertama sekali oleh Ahmad Fatahillah,
putra Aceh asal kerajaan Pasai (Aceh Utara) yang hijrah ke tanah Jawa pada awal
abad ke 15 M. Kedatangannya ke Jawa ketika itu disambut oleh Sultan Demak
(Pangeran Trenggono). Atas dukungan Sultan Demak, Ahmad Fatahillah berhasil
merebut Sunda Kelapa dan Banten dari kerajaan Pajajaran yang bersekongkol
dengan Portugis.
Penyerangan
Fatahillah ke Pajajaran memperoleh dua kemenangan sekaligus, selain berhasil
merebut Sunda Kelapa dari kerajaan Pajajaran juga berhasil mengusir Portugis
dari Sunda Kelapa daerah taklukannya. Atas kemenangan inilah pada tahun 1527 M.
Fatahillah diangkat menjadi Bupati Sunda Kelapa oleh Sultan Demak. Dalam tahun
itu pula tanggal 22 Juni 1527 Fatahillah mengubah nama Bandar Sunda Kelapa
menjadi nama “Jayakarta” yang kemudian disingkat menjadi “Jakarta” mengandung
makna “kota kemenangan”.
Itu
sejarah awal berdirinya kota Jakarta. Ironinya dalam perjalanannya, peran
Fatahillah sepertinya digelapkan. Memang “Fatahillah” ada diabadikan dengan
memberi nama pada sebuah Museum di Jakarta (Meseum Fatahillah) atau Museum
Sejarah Jakarta (MSJ). Tapi bila kita perhatikan dengan menggunakan nalar
sejarah kritis, apa yang dipamerkan pada Museum Fatahillah ini seperti ada
periode sejarah yang terpenggal. Artinya sejarah Jakarta yang diinformasikan
dan dipamerkan, hanya informasi masa pra sejarah hingga hingga masa kolonial.
Tidak kita
temukan periode sejarah “Jayakarta” semasa Fatahillah. Periode sejarah
Fatahillah dihilangkan. Terlihat dilompatkan dari zaman pra sejarah, zaman
Hindu-Buhda, langsung ke zaman Batavia di bawah Kolonial Belanda. Perubahan
perubahan nama Jayakarta menjadi Batavia pada 14 Maret 1621 ketika itu Belanda
berhasil menguasai Bandar Jayakarta nama yang diberikan oleh Fatahillah 22 Juni
1527.
Penamaan
Batavia oleh Belanda untuk mengganti nama Jayakarta adalah untuk mengenang suku
Batavir sebuah suku tertua di Belanda yang terdapat di lembah sungai Rhein yang
dianggap sebagai leluhur orang Belanda. Di sini jelas, antara penamaan
Jayakarta yang diberikan Fatahillah pada Sunda Kelapa 22 Juni 1527 dengan
dengan pergantian nama Batavia oleh Belanda untuk Jayakarta 14 Maret1621,
berarti selama satu abad sejarah Jakarta dipenggal ceritanya dari sejarah
Fatahillah.
Hilangnya
satu babak periodesasi informasi sejarah Fatahillah di Museum Sejarah Jakarta
itu, berarti sekaligus menghilangkan informasi sejarah peranan Fatahillah
sebagai pendiri kota Jakarta. Kita tidak tahu, apakah ini sengaja dihilangkan
karena yang mendirikan kota Jakarta itu, orang Aceh?
Sejarah
negeri ini memang menafikan peran Aceh. Hampir tidak ada peninggalan artifak
dan manuskrip lain yang dipamerkan di Museum Fatahillah (Museum Sejarah
Jakarta). Maka naif jika sekarang Jakarta dengan segala kegemerlapannya
mengabaikan pendirinya. Tampaknya para penulis sejarah Jawa seperti enggan
memunculkan tokoh yang satu ini.
Fatahillah,
ulama juga panglima perang dari Pasai Aceh tidak begitu mononjol sejarah
nasional. Seperti halnya Maulana Malik Ibrahim dan Malik Ishak (dua ulama Aceh)
yang paling awal menyebarkan Islam di tanah Jawa juga tidak terangkat ke
permukaan. Makam Maulana Malik Ibrahim sampai sakarang masih terdapat digersik
Jawa Timur, yang batu nisannya diduga persis dan seusia dengan nisan-nisan yang
terdapat di Samudra Pasai Aceh.
Fatahillah
begitu ditakuti lawan, sehingga memiliki banyak nama kebesaran. Portugis
menyebut nama Fatahillah ini dengan “Falatehan”. Sultan Demak menggelarnya
“orang agung dari Pase”. Dalam versi yang lain orang Portugis juga menamai
Fatahillah dengan “Fatahillah Khan”. Masyarakat Jawa pada umumnya semasa hidup
Falatehan memanggilnya “Ki Fatahillah”, yang berarti orang terhormat karena
kealimannya dan ketokohannya dalam masyarakat Jawa.
Dalam
banyak versi juga disebutkan sebenarnya yang dimaksud Sunan Gunung Jati dalam
Sembilan Wali Songo di Jawa salah satunya adalah Fatahillah. Dan nama Sunan
Gunung Jati sendiri identik dengan Syarif Hidayatullah yang diabadikan pada
nama Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta sekarang ini. Berarti menurut versi
ini secara keulamaan Fatahillah menyandang dua nama lain yang ditabalkan
kepadanya, yaitu Sunan Gunung Jati dan Syarif Hidayatullah.
Masih banyak
sejarah yang dikubur, termasuk riwayat perkawinan Fatahillah sebagai menantu
dari Sunan Gunung Jati, karena Fatahillah dikawinkan oleh Sultan Demak dengan
keponakannya anak dari sunan Gunung Jati. Sehingga jika ada pendapat bahwa
Fatahillah bukanlah Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah, suatu yang
lemah. Karena bila dibandingkan dengan sumber-sumber lainnya seperti dalam
Babat Caruban (diubah Babat Cerebon: 1720 M).
Saifufuddin
Zuhri dalam Sejarah Kebangkitan Islam Indonesia (1980), dan H.M. Zainuddin
dalam Tariehk Aceh dan Nusantara (1961) menyebutkan yang dimaksud Sunan Gunung
Jati adalah nama lain dari Fatahillah seorang ulama dari Pasai (Aceh) yang
hijrah ke tanah Jawa, yang kemudian berhasil merebut Bandar Sunda Kepala dari
Kerajaan Pajajaran dan Portugis, lalu menamainya Sunda Kelapa ini dengan nama
“Jayakarta” sebagai cikal bakal awal berdirinya kota Jakarta sebagai ibu kota
negara Republik Indonesia yang kita kenal sekarang ini.
Tagged with:
nasional
Unknown
This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
Popular Posts
-
Nafsiah Mboi, Usai Kondom Sekarang Minyak BabiSetelah membuat marah umat Islam melalui program 'Kondom'-nya, kini Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboi menolak sertifikasi halal p...
-
Terduga Teroris di Bekasi Diduga Jaringan LamonganTEMPO.CO, Bekasi - Densus 88 Antiteror Mabes Polri mencokok Siswanto dan Abidin, dua orang terduga teroris, di Bekasi tadi malam. Penangk...
-
YasinTa baca yasin oeh lheuh seumbahyang bak jum'at malam yang that mulia Nue peu trang hate ban mandum insan yang baca Qu'ran...
-
Bireuen 600 Tahun Silam Bukan LegendaBerbagai legenda tentang Jeumpa dan Bireuen sering didengar dan dituturkan. Tapi, yang satu ini di luar itu semua. Ia adalah penanda...
-
5 Kali Sehari Aceh Dilanda GempaAceh - Warta Indonesia : Aceh kembali dilanda gempa, Gempa pertama yang berkekuatan 6,2 SR terjadi pada pukul 14.37 WIB berpusat di B...
-
Awas, Terompet dan Topi Tahun Baru Lambang PemurtadanTahun baru masehi identik dengan terompet dan topi kerucut. Tidak sedikit masyarakat Muslim yang ikut merayakannya, juga dengan meniu...