budaya
Mengibarkan Haba Aneuk Nanggroe Atjeh (HANA). Diberdayakan oleh Blogger.
NATIJAH
NATIJAH
HUKUM DAN KRIMINAL
HUKUM DAN KRIMINAL
NANGGROE
NANGGROE
atjeh
atjeh
nasional
nasional
SYA'E
clean-5
HADIH MAJA
Home
/
/ Unlabelled
/ Kisah Abu Ibrahim Woyla Menjelang Tsunami Aceh
Kisah Abu Ibrahim Woyla Menjelang Tsunami Aceh
Posted by: Unknown Posted date: 08.27.00 / comment : 0
Sembilan
tahun silam, 15 hari sebelum bencana
besar gempa bumi dan gelombang Tsunami melanda Aceh pada 26 Desember 2004.
Waliyullah Almarhum Abu Ibrahim Woyla mengabarkan kepada muridnya yang bernama
Mukhlis perihal akan datangnya bencana besar itu.
Namun,
hanya kepada dua muridnya yang kerap mengikutinya ia beritahukan dan ia
melarang memberitahukan kepada orang lain. Hanya saja Mukhlis diperintahkan
untuk segera mengajak keluarganya menjauhi bibir pantai.
Mukhlis,
pria yang sudah berkepala tiga yang kini sering bermukim di Dayah Bustanul Huda
atau Dayah Pulo Ie, Desa Dayah Baro, Calang, menceritakan kembali keseharian
Abu sebelum Tsunami meluluh lantakkan Aceh. Abu tidak seperti hari-hari
sebelumnya, ia sudah jarang makan dan terlihat gusar. Pernah suatu waktu
Mukhlis dipanggil oleh Abu untuk memberitahukan perihal bencana besar. Saat
itu, Mukhlis masih menuntut ilmu di Dayah Peulanteu, Aceh Barat.
“Rayeuk
that buet uke nyoe, siberangkaso yang buka rahasia Allah maka kafee lah jih
kafee (besar sekali kerja ke depan, dan siapa saja yang membuka rahasia Allah
maka dia kafir-red),” begitu kata Mukhlis menirukan ucapan Abu Ibrahim
kepadanya.
Mukhlis
juga mendengar hal yang sama dari Abu Usman yang masih ada hubungan dekat
dengan Abu Ibrahim Woyla. Bahkan kepada orang tuanya sendiri Mukhlis tidak
memberitahukan apa yang sudah ia ketahui.
“Di
lapangan Blang Bintang kapai akan jipoe uroe malam, di laot Ulee Lheuh (tidak
disebut Ulee Lheue) akan na kapai laot ubee lapangan bola, dalam kapai nyan
ureung puteh-puteh; (di Bandara Blang Bintang pesawat akan terbang siang malam,
di laut Ulee Lhee akan ada kapal laut sebesar lapangan bola, di dalamnya orang
putih-putih-red),” ucap Mukhlis lagi mengutip perkataan Abu Usman.
Kata
Mukhlis, sejak kata-kata tersebut diucapkan oleh Abu Ibrahim, keseharian Abu
seperti berubah, bahkan jika sedang tidur malam hari, sering Abu tiba-tiba
terbangun dan langsung duduk berzikir. Melihat ini, perasaan Mukhlis pun
semakin cemas, dalam hatinya ia merasa kalau peristiwa besar sudah semakin
dekat.
“Lon
kalon dari sikap Abu, lon na firasat sang ata yang geupeugah le Abu ka to that
(Saya lihat sikap Abu, saya punya firasat bahwa apa yang dikatakan Abu sudah
sangat dekat-red),” jelas Mukhlis.
Entah
apa yang terpikirkan oleh Abu, empat hari sebelum gempa bumi dan Tsunami di
Aceh, Abu Ibrahim mengajak Mukhlis ke Banda Aceh. Dengan mobil pinjaman,
Mukhlis menyupiri Abu hingga ke Banda Aceh. Di Banda Aceh, mereka menginap di
salah satu rumah di kawasan Blower.
“Na
geulakee le po rumoh beu geuteem eh Abu meusimalam bak rumoh gob nyan (ada
permintaan dari yang punya rumah agar Abu Ibrahim berkenan bermalam semalam
saja di rumahnya-red),” kata Mukhlis.
Mukhlis
menambahkan, saat di sana, sewaktu makan pun Abu tidak makan lagi, Abu mengepal
nasinya menjadi tiga bagian, setelah Abu makan sedikit satu bagian dari kepalan
nasinya, kemudian seluruhnya Abu berikan kepadanya untuk dimakan.
Pada
esoknya, Kamis pagi 23 Desember 2006,
Abu berkata kepada Mukhlis jika ia ingin jalan-jalan keliling Kota Banda Aceh.
Tanpa membantah, dengan mobil pinjamannya Mukhlis pun membawa Abu jalan-jalan.
Setelah
sarapan alakadarnya di warung samping Simbun Sibreh (deretan Satnarkoba Polda
Aceh-red), lalu Abu meminta Mukhlis untuk membawanya ke kawasan Peulanggahan.
Tiba di depan mesjid Tgk Di Anjong, Abu minta mobil dihentikan di luar pagar
mesjid.
“Abu
geu ngeing u arah makam Tgk Di Anjong, sang-sang Abu teungoh geupeugah haba,
kadang Abu teukhem keudroe (Abu menatap ke arah makam Tgk Di Anjong,
seolah-olah Abu berbicara, sesekali Abu tersenyum sendiri-red),” jelas Mukhlis
saat dijumpai AtjehLINK di Dayah Pulo Ie yang sedang dalam pembangunan.
Mukhlis
mengetahui persis garis keturunan Abu Ibrahim Woyla. Awalnya garis ke atas
keturunan Abu Ibrahim Woyla yang berasal dari Negeri Baghdad berjumlah tujuh
orang datang ke Tanah Aceh, persisnya berlabuh di Aceh Barat. Kemudian,
ketujuhnya berpisah ke beberapa daerah di Aceh dan di luar Aceh untuk
menyebarkan agama Islam (AtjehLINK ).
Tagged with:
Unknown
This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
Popular Posts
-
BERANDACISAH Temukan Nisan Kakek Sultan ‘Ali Mughayat SyahPIDIE JAYA – Tim Central Information for Samudra Pasai Heritage (CISAH) berhasil menemukan makam Sultan Munawwar Syah di Desa Meunasa...
-
Buku Akidah Akhlak Madrasah Aliyah Disusupi Aqidah WahabiUmat Islam yang senantiasa berpegang teguh pada akidah Ahlussunnah Waljamaah khususnya kalangan pendidik (guru) dituntut untuk lebih teli...
-
Sejarah Singkat Abu KeumalaSejarah Singkat Abu Keumala-Abu Keumala" itulah gelar untuk seorang Ulama populer Aceh yang bernama lengkap Teungku Haji Syihabudd...
-
Syariat Islam Bukan Keinginan Rakyat AcehTEMPO Interaktif , Jakarta :Perdana Menteri Gerakan Aceh Merdeka Malik Mahmud Al Haytar menyatakan penerapan syariat Islam bukanlah yan...
-
Pendeta Muhamad Husein Hosea Gencar Misionaris di AcehMuhamad Husein Hosea Gencar pendeta asal Aceh kelahiran Sigli, Aceh Pidie, 14 Agustus 1951. Kini aktor utama misionaris untuk Aceh. Bahka...
-
Asia Tenggara dalam Kurun Syiar Islam (Abad ke-7 H/13 M—ke-11 H/17 M) Asia Tenggara dalam Kurun Syiar Islam (Abad ke-7 H/13 M—ke-11 H/17 M)Penyebaran Islam adalah fenomena sejarah menakjubkan. Banyak para ahli sejarah, baik di kalangan Muslim maupun Non-Muslim (Barat) yang ...
