budaya
Mengibarkan Haba Aneuk Nanggroe Atjeh (HANA). Diberdayakan oleh Blogger.
NATIJAH
NATIJAH
HUKUM DAN KRIMINAL
HUKUM DAN KRIMINAL
NANGGROE
NANGGROE
atjeh
atjeh
nasional
nasional
SYA'E
clean-5
HADIH MAJA
Home
/
/ Unlabelled
/ Abu Krung Kalee / Syaikh Hasan Krueng Kalee
Abu Krung Kalee / Syaikh Hasan Krueng Kalee
Posted by: Unknown Posted date: 07.07.00 / comment : 0
Biografi Abu
Krung Kalee - Nama lengkapnya adalah Syaikh Teungku Hasan bin Teungku Muhammad
Hanafiyyah bin Teungku Syaikh 'Abbas bin Teungku Muhammad Fadhli
rahimahumullah. Dikalangan masyarakat Aceh, beliau lebih dikenal dengan
panggilan Syaikh Hasan Krueng Kalee atau Abu Krueng Kalee. Beliau dilahirkan
pada tanggal 13 Ra’jab 1303 (17 April 1886) di Kampung Meunasah Ketembu,
Kabupaten Pidie, Aceh.
Ayahandanya
bernama Tengku Muhammad Hanafiyyah, terkenal dengan gelaran Teungku Chik Krueng
Kalee I atau Teungku Haji Muda, seorang ulama besar yang memimpin Dayah
(Pondok) Krueng Kalee yang terletak di Kabupaten Aceh Besar. Beliau juga
merupakan sahabat karib pahlawan nasional Indonesia, Teungku Syaikh Muhammad
Saman Tiro atau dikalangan masyarakat Aceh dikenal dengan Teungku Chik Di Tiro.
Sementara ibundanya bernama Nyak Hafsah binti Teungku Syaikh Ismail atau
Teungku Chik Krueng Kalee II.
Pada tanggal 19
Januari 1973, tepatnya malam Jum’at sekitar pukul 03.00 dini hari, Abu Krueng
Kalee menghembuskan nafasnya yang terakhir. Meninggalkan tiga orang istri; Tgk.
Hj. Nyak Safiah di Siem; Tgk. Nyak Aisyah di Krueng Kalee; dan Tgk. Hj. Nyak
Awan di Lamseunong. Dari ketiga istri tersebut Abu Krueng Kalee Meninggalkan
Tujuh belas orang putra dan putri. Salah seorangnya yaitu Tgk. H. Syech
Marhaban, Mentri Muda Pertanian pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.
Pendidikan
Syaikh Hasan Krueng Kalee Abu Krung Kalee / Syaikh Hasan Krueng Kalee
Syaikh Hasan
menerima didikan awal agama dari kedua orangtuanya sendiri. Saat usia remaja,
beliau dihantar ke Kedah, Malaysia untuk berguru pada Tok Syaikh Muhammad
Arsyad rahimahullah, Pondok Yan, Kedah. Tok Syaikh Muhammad Arsyad adalah ulama
Aceh yang telah membuka pondok di Yan, Kedah sekitar tahun 1900, beliau dikenal
sebagai Teungku Di Balai. Syaikh Hasan duduk mengaji di Pondok Yan, Kedah
selama beberapa tahun dan pada 1910 beliau dengan restu gurunya berangkat ke
Makkah untuk menunaikan ibadah haji dan melanjutkan pengajian di sana. Beliau
bermukim sekitar 6 tahun di Makkah dan meneguk kemanisan ilmu dari pada para
ulama di sana.
Pengaruh Syaikh Hasan Krueng Kalee
Pada tahun 1916,
Syaikh Hasan pulang ke Kedah dan mengabdikan dirinya sebagai pengajar di Pondok
Yan, Kedah. Kemudian beliau diminta oleh pamannya kembali ke Aceh untuk
meneruskan kepemimpinan di Dayah Krueng Kalee. Di bawah asuhannya, Dayah Krueng
Kalee semakin terkenal dan menjadi sebuah pusat pendidikan agama yang masyhur,
tempat mendidik begitu banyak ulama dan pendakwah di Nusantara.
Selain belajar
pelajaran fiqh, tauhid, tasawwuf dan yang seumpamanya, Syaikh Hasan turut
mendalami bidang falak dan berjaya menguasainya sehingga sejak di Makkah beliau
telah dijuluki dengan Syaikh Muhammad Hasan al-Aasyie al-Falaki. (Alizar,
2011). Di antara para ulama yang menjadi guru beliau adalah Syaikh Ahmad Syatha
ad-Dimyathi, Syaikh Sa`id Sunbul (Mufti Syafi`i Makkah), Syaikh 'Abdullah
Ismail, Syaikh Hasan Zamzami, Syaikh Utsman bin Muhammad Fadhil Aceh, Syaikh
Yusuf bin Ismail an-Nabhani dan lain masih banyak lagi lainnya.
Murid-Murid
Abu Hasan Krueng Kalee
Di antara murid-murid beliau yang
berhasil menjadi ulama adalah:
1.
Teungku
Ahmad Pante, ulama dan imam masjid Baitur Rahman Banda Aceh.
2.
Teungku
Hasan Keubok, ulama dan qadhi Aceh Besar.
3.
Teungku
Muhammad Saleh Lambhouk, ulama dan imam masjid Baitur Rahman Banda Aceh.
4.
Teungku
Abdul Jalil Bayu, ulama dan pemimpin Dayah Al-Huda Aceh Utara.
5.
Teungku
Sulaiman Lhoksukon, ulama dan pendiri Dayah Lhoksukon, Aceh Utara.
6.
Teungku
Yusuf Peureulak, ulama dan ketua majlis ulama Aceh Timur.
7.
Teungku
Mahmud Simpang Ulim, ulama dan pendiri Dayah Simpang Ulim, Aceh Timur.
8.
Teungku
Haji Muda Waly Labuhan Haji, ulama dan pendiri Dayah Darussalam, Labuhan Haji,
Aceh Selatan.
9.
Teungku
Syaikh Mud Blang Pidie, ulama dan pendiri Dayah Blang Pidie, Aceh Selatan.
10. Syaikh
Syihabuddin, ulama dan pendiri Dayah Darussalam Medan, Sumatera Utara.
11. Kolonel Nurdin,
bekas Bupati Aceh Timur.
12. Teungku Ishaq
Lambaro Kaphee, ulama dan pendiri Dayah Ulee Titie.
Karya
Tulis Abu Hasan Krueng Kalee
Untuk
mengabadikan isi pendidikan, beliau wujudkan dalam beberapa karya tulis
diantaranya :
1. Risalah Lathifah fi Adabi Al-Zikry.
Buku ini
mengandung pelajaran tentang petunjuk samadiyah dan tahlil, yang diamalkan oleh
wali-wali dan auliya-auliya Allah. Buku tersebut dipublikasi atau diterbitkan
oleh Pustaka Aceh raya Banda Aceh dan pertama sekali diterbitkan pada tahun
1958.
Abu Krueng Kalee
berpendapat berdasarkan hadis Rasulullah Saw, siapa yang mengucapakan La Ilaha
Illallah sedangkan ia membenarkannya baik dengan lidahnya maupun dengan hatinya
niscaya ia akan masuk surga. Sebagaiamana bunyinya: “Barang siapa mengucapakan
La Ilaha Illallah sedangkan ia membenarkannya baik dengan lidahnya maupun
dengan hatinya niscaya ia akan masuk delapan pintu surga, mana-mana yang mereka
sukai.
Dari hadis
Rasulullah Saw di atas dapat dipahami bahwa seseorang yang membaca qul huwa
Allahu ahad sepuluh ribu kali ia akan akan dibebaskan oleh Allah dari api
neraka. Begitu juga seseorang yang membaca qul huwa Allahu ahad sepuluh ribu
kali bagi orang mati mereka dibebaskan oleh Allah dari api neraka. Demikian
juga seseorang yang mengucapakan kalimat la ilaha illa Allah baik dengan
lidahnya maupun dengan hatinya ia akan masuk surga.
2. Jawahir Al-Ulum fi kasyafil maklum
(ditulis pada tahun 1334 H.)
Buku ini
mengupas masalah kelebihan dan kebaikan menuntut ilmu pengetahuan ditinjau dari
ilmu tasawwuf setebal 300 halaman. ).
3. An ‘amatu Al-faidhah fi isti’mali
qa’idati Al- rabithah (ditulis pada tahun 1327 H.)
Kitab ini
Berjumlah 35 halaman, mengupas tentang rabithah yaitu hubungan murid dengan
gurunya, yang bersambung sampai kepada Nabi Saw.
4. Sirajus salikin ‘ala minhajil
‘abidin, (ditulis pada tahun 1332 H)
Berjumlah 300
halaman. Buku ini menguraikan tentang isi buku minhajul ‘abidin karangan Imam
Ghazali, agar orang mudah memahami dan membahas kitab tersebut. Pola hidup Tgk Haji Hasan Krueng Kalee lebih menjurus kepada kehidupan
sufi yang mengutamakan pangamalan ibadah,. Pada tanggal 7 Mei 2007, bertepatan
dengan 19 Rabiul Akhir 1428 H. Sebuah forum tingkat tinggi ulama Aceh menggelar
pertemuan kedua di Mesjid Raya Baiturrahman, dalam pertemuan yang menghadirkan
ratusan ulama Aceh ini menyimpulkan bahwa ada empat orang ulama Aceh yang telah
sampai pada tingkat Ma’rifatullah, diantara keempat ulama tersebut salah
satunya adalah Abu Hasan Krueng Kalee.
Pada tanggal 1-2
Oktober 1932 ketika diadakan Musyawarah Pendidikan Islam di Lubuk, Aceh Besar,
Tgk. Haji Hasan Kruengkalee terlibat didalamnya. Pada kegiatan ini membicarakan
masalah pembaruan dan perbaikan pendidikan Islam. Ulama-ulama terkemuka hadir
menjadi peserta pada kegiatan tersebut, diantaranya adalah Tgk. H. Hasballah
Indrapuri, Tgk H. Abdul Wahab Seulimum, Tgk. Muhammad Daud Beureueh, Tgk M.
Hasbi Ash-Shiddiqy, Tgk. H. Hasan Kruengkalee, Tgk. H. Trienggadeng dan masih
banyak lagi lainnya.
Keputusan-keputusan
yang dihasilkan dari musyawarah pendidikan Islam tersebut adalah:
1.
Tiada
sekali-kali terlarang dalam agama islam kita mempelajari ilmu keduniaan yang
tidak berlawanan dengan syariat, malah wajib dan tidak layak ditinggalkan buat
mempelajarinya.
2.
Memasukkan
pelajaran-pelajaran umum itu ke sekolah-sekolah agama memang menjadi hajat
sekolah-sekolah itu.
3.
Orang
perempuan berguru kepada orang laki-laki itu tidak ada halangan dan tidak
tercegah pada syara, (Yasir, 2011). Selain dikenal sebagai ulama sufi, menurut
Yasir (2011) beliau juga pengembang Tarekat al-Haddadiyah di Aceh, ia juga
diakui berperan aktif dalam sejumlah peristiwa politik ulama di Aceh sepanjang
hidupnya.
Pada masa
revolusi kemerdekaan, Tgk Haji Hasan Krueng Kalee ikut aktif berjuang
menegakkan kemerdekaan Republik Indonesia, para pemimpin perjuangan bukan hanya
tokoh politik saja, tetapi juga dipelopori oleh ulama. Para ulama tidak
bergerak sendiri-sendiri, melainkan bergabung dalam suatu organisasi seperti
PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh), Perti (Persatuan Tarbiyah Islamiyah) dan
lain-lain. Setelah proklamasi 17 agustus 1945, Tgk H. Hasan Krueng Kalee
menandatangi sebuah pernyataan bersama mengenai perang kemerdekaan. Bersama
tiga orang ulama besar yaitu Tgk. H. Jakfar Siddiq Lamjabat, Tgk. H. Hasballah
Indrapuri dan Tgk. Muhammad Daud Beureueh.
Pernyataan itu
menegaskan bahwa: "Menurut keyakinan kami bahwa perjuangan ini adalah
perjuangan suci yang disebut perang sabil. Maka percayalah wahai bangsaku bahwa
perjuangan ini adalah sebagai sambungan perjuangan dahulu di Aceh yang dipimpin
oleh almarhum Teungku chik Ditiro dan pahlawan-pahlawan kebangsaan yang lain.
Dan sebab itu bangunlah wahai bangsaku sekalian, bersatu padu menyusun bahu,
mengangkat langkah menuju ke muka untuk mengikut jejak perjuangan nenek kita
dahulu. Tunduklah dengan patuh akan segala perintah-perintah pemimpin kita
untuk keselamatan tanah air, agama dan bangsa."
Pernyataan
tersebut tertanggal 15 Oktober 1945. untuk menggerakkan masyarakat agar
berjihat dalam satu barisan yang teratur, barisan sabil atau barisan mujahidin.
Pada tanggal 25 Oktober Tgk. H. Hasan Krueng Kalee mengeluarkan sebuah seruan
tersendiri yang sangat penting. Seruan ini ditulis dalam bahasa Arab kemudian
dicetak oleh Markas Daerah Pemuda Republik Indonesia (PRI) dengan surat
pengantar yang ditandatangani oleh ketua umumnya Ali Hasjmy tertanggal 8
November 1945 Nomor 116/1945 dan dikirim kepada para pemimpin dan ulama
diseluruh Aceh. Setelah seruan itu tersiar luas, maka berdirilah barisan
Mujahidin di seluruh Aceh yang kemudian menjadi Mujahidin Devisi Teungku Chik
Ditiro.
Himbauan jihad
di atas telah menggerakkan masyarakat tampil menuju medan perjuangan di tanah
Aceh untuk merebut kemerdekaan dan mempertahankannya. Mereka umumnya tergabung
dibawah organisasi misalnya PUSA, Pemuda PUSA, Kasyafatul Islam, Muhammaddiyah,
Pemuda Muhammaddiyah, PERTI, PERMINDO (Pergerakan Angkatan Muda Islam
Indonesia), maupun organisasi-organisasi Islam lainnya. Pada masa itu Tgk Haji Hasan Krueng Kalee
merupakan salah seorang penasehat PERTI (Persatuan Tarbiyah Islamiyah), yaitu
salah satu organisasi yang bertujuan untuk mendidik masyarakat melalui
organisasi tersebut guna meningkatkannya menjadi wadah pendidikan yang lebih
berdaya guna. Organisasi ini menjadi pelopor dalam menggerakkan pemberontakan
terhadap pemerintah Belanda, seperti yang dikemukakan oleh Prof. A. Hasjmy
dalam salah satu tulisannya.
Pada awal tahun
1942 Pusa (Persatuan Ulama Seluruh Aceh) dan Perti (Persatuan Tarbiyah
Islamiyah) menggerakkan sebuah pemberontakan terhadap pemerintah Hindia Belanda
di Aceh, adalah hal yang logis karena para pemuda yang aktif dalam
pemberontakan tersebut sebagian besar mereka yang telah ditempa iman dan
semangat jihadnya dalam madrasah-madrasah, yang sistem pendidikan dan
kurikulumnya telah diperbaharui. (Yasir, 2011). Dapat diketahui bahwa hanya dua
organisasi Islam yang tampil sebagai pelopor yang menggerakkan pemberontakan
rakyat terhadap penjajahan Belanda, meskipun banyak juga organisasi-organisasi
lain yang mulai tumbuh di Aceh.
Dengan demikian
para ulama tergabung dalam organisasi Persatuan Tarbiyah Islamiyah maupun
Perasatuan Ulama Seluruh Aceh, juga para pemuda yang telah ikut aktif dalam
pemberontakan terhadap Belanda. Melalui wadah organisasi ini pula bersama-sama
dengan ulama-ulama lain seperti disebutkan di atas, Tgk Haji Hasan Krueng Kalee
mengeluarkan fatwa tentang perlunya seluruh rakyat berperang mempertahankan
kemerdekaan Republik Indonesia dengan jalan jihad fi sabilillah, hal ini
terjadi pada tanggal 15 Oktober 1945.
Melihat uraian
di atas jelaslah bagaimana pengaruh Tgk. H. Hasan Krueng Kalee terhadap
kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Seiring dengan itu fatwa syahid yang
beliau keluarkan masih terus relevan dan memberi motivasi sendiri bagi
masyarakat Aceh dalam mengisi kemerdekaan dan pembangunan. Meskipun pada masa
setelah kemerdekaan, mulai muncul organisasi islam yang lain, namun Tgk Haji
Hasan Krueng Kalee tetap menyalurkan aktifitasnya melalui organisasi PERTI
(Berbagai Sumber).
Tagged with:
Unknown
This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
Popular Posts
-
Terduga Teroris di Bekasi Diduga Jaringan LamonganTEMPO.CO, Bekasi - Densus 88 Antiteror Mabes Polri mencokok Siswanto dan Abidin, dua orang terduga teroris, di Bekasi tadi malam. Penangk...
-
YasinTa baca yasin oeh lheuh seumbahyang bak jum'at malam yang that mulia Nue peu trang hate ban mandum insan yang baca Qu'ran...
-
Nafsiah Mboi, Usai Kondom Sekarang Minyak BabiSetelah membuat marah umat Islam melalui program 'Kondom'-nya, kini Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboi menolak sertifikasi halal p...
-
Bireuen 600 Tahun Silam Bukan LegendaBerbagai legenda tentang Jeumpa dan Bireuen sering didengar dan dituturkan. Tapi, yang satu ini di luar itu semua. Ia adalah penanda...
-
5 Kali Sehari Aceh Dilanda GempaAceh - Warta Indonesia : Aceh kembali dilanda gempa, Gempa pertama yang berkekuatan 6,2 SR terjadi pada pukul 14.37 WIB berpusat di B...
-
Awas, Terompet dan Topi Tahun Baru Lambang PemurtadanTahun baru masehi identik dengan terompet dan topi kerucut. Tidak sedikit masyarakat Muslim yang ikut merayakannya, juga dengan meniu...