budaya
Mengibarkan Haba Aneuk Nanggroe Atjeh (HANA). Diberdayakan oleh Blogger.
NATIJAH
NATIJAH
HUKUM DAN KRIMINAL
HUKUM DAN KRIMINAL
NANGGROE
NANGGROE
atjeh
atjeh
nasional
nasional
SYA'E
clean-5
HADIH MAJA
Pantang Ureuéng Aceh
Posted by: Unknown Posted date: 23.00.00 / comment : 0
Pantang
merupakan sebuah aturan pembatasan terhadap sesuatu yang tergolong tabu untuk
dilakukan. Melanggar aturan pantang dinilai akan menimbulkan akibat buruk. Ada
kalanya pantang digunakan sebagai alat untuk mendidik anak. Tulisan ini mencoba
mengupas beberapa pantang yang masih berlaku dalam masyarakat Aceh.
Dalam
pergaulan sehari-hari, pantang sering menjadi koridor dalam bersikap. Hal ini
sebagaimana digambarkan dalam hadih maja pantang ureuéng Aceh, ta carôt ta
teunak, ta trom ta sipak, ta pèh uleè ta cukèh keuéng, sinan ureuéng lè binasa.
Hadih maja ini dengan jelas menjelaskan apa yang tidak boleh dilakukan dalam
pergaulan. Bila pantangan ini dilarang, maka akan melahirkan ketersinggungan
yang bisa berakibat munculnya tindakan kekerasan.
Bagi
masyarakat Aceh sangat pantang membawa-bawa nama keluarga dalam urusan
tertentu, apa lagi dalam hal-hal yang tidak baik. Jangan menyinggung keluarga
seseorang bila tidak ingin menghadapi masalah. Tentang ini digambarkan dalam
hadih maja yang sama dengan yang di atas tapi dengan versi akhir yang berbeda
yakni: pantang ureuéng Aceh, ta carôt ta teunak, ta trom ta sipak, ta teuöh
bièk ngôn bangsa, nyan pih pantang raya.
Dalam
bersikap, orang Aceh juga pantang plin plan. Tentang ini ada beberapa versi
hadih maja yang menjelaskannya seperti: meunyö krèuh beu butoi krèuh, beulageè
kayeè jéut keu tamèh rumöh, meunyö leumöh beu butöi leumöh, beulageè taloë
peuikat bubông rumöh. Lebih tegasnya lagi diungkapkan dalam hadih maja singèt
bèk, röe bah beu abèh atau hadih maja dari pada crah, leubèh gét beukah.
Pantang
juga mengajarkan seseorang untuk mengetahui kadarnya dalam kehidupan. Seseorang
tidak boleh membuang kadarnya (bèk bèoh kada) sebaliknya juga pantang bersikap
yang bukan kadarnya (bèk seunöh kada). Intinya, seorang rakyat biasa harus tahu
diri untuk tidak bersikap seperti raja, bèk lageè si deuék keu bu, si hansép
breuh bu, si hantrôk napsu.
Selain
itu pantang bagi seseorang melanggar adat peninggalan leluhur (endatu).
Pelanggaran terhadap hukum adat akan membuat orang tersebut terkucilkan.
Tentang ini tersurat dalam hadih maja böh malairi iè pasan surôt, adat datôk
nini, han jeut ungki, beutaturôt.
Pantang untuk
Tujuan Mendidik
Banyak
pantang yang digunakan untuk mendidik anak berlaku sopan serta beretika dalam
pergaulan dan perbuatannya sehari-hari. Pantangan-pantangan itu digambarkan
akan memberikan dampak buruk bila dilarang, meski pada kenyataannya dampak
buruk itu tidak akan terjadi secara logika. Pada intinya, pantangan-pantangan
itu digunakan untuk tujuan pendidikan.
Berikut
ini beberapa contoh pantangan itu. Seorang anak pantang tidur di kuburan, jika
pantang ini dilarang maka ayahnya akan mati. Bila anak tidur tengkurap dan
kakinya diangkat, maka ibunya yang akan mati. Ini juga hanya pantangan yang
diberikan untuk mendidik anak agar bertingkah laku baik.
Meminta
kembali barang yang diberikan kepada orang lain akan membuat siku berkurap, bèk
lakeè pulang, inteuék meupura singkei merupakan perkataan yang sering diucapkan
untuk mengingat pantangan ini pada seorang anak. Melemparkan beras ke dalam
mulut akan membuat gigi menjadi busuk. Ini pantang yang sering diucapkan kepada
anak-anak yang suka makan beras (muék bréuh).
Seorang
anak juga diajarkan untuk bertutur kata yang sopan melalui pantang. Resiko
pelanggaran terhadap pantang yang di luar nalar membuat seorang anak
menurutinya. Mereka “ditakuti” dengan dampak buruk yang akan timbul bila
melakukan pelanggaran, seperti pantang dalam hadih maja bèk éh di leuéh,
dilingka kleuéng matè ma. Pada kenyataannya sangatlah tidak mungkin anak yang
tidur di halaman bila muncul elang di langit mengelilingi akan membuat ibu si
anak meninggal. ini hanya upaya untuk membuat si anak tidak main kotor. Pantang
yang sejenis juga terdapat dalam hadih maja, bèk peugah haba meukah-kèi, timöh
iku jeut keu asèi.
Pantang
Bagi Gadis
Bagi gadis
juga berlaku adat pantang yang tak boleh dilanggar. Seorang gadis dianggap tabu
bila terlalu dominan dalam urusan asmara menuju jenjang pernikahan. Dalam
artian seorang gadis harus menjaga batas-batas tertentu dalam menjalin hubungan
asmaranya. Pantangan ini digambarkan dalam hadih maja hana mon mita tima, yang
bermakna tidak ada sumur mencari timba. Ini hanya tamsilan perempuan sebagai
sumur dan pria sebagai timba. Prialah yang harus mendekati wanita, bukan
sebaliknya. Lamaran untuk menikah harus datang dari pihak pria, tidak boleh
dari perempuan. Bila pantangan ini diabaikan, maka si perempuan akan dianggap
“murahan” dan bisa dicap “menjual diri”.
Selain
itu pantang bagi gadis mengunjungi atau menghadiri kenduri kematian (seuneujoh)
di desa lain. Mereka hanya boleh datang ke kenduri kematian di desanya saja
untuk membantu. Para perempuan yang mendatangi acar seunujoh semuanya sudah
menikah. Hal ini digambarkan dalam hadih maja, kéurija hudèp, kéroja matè, han
géukhéun lè aneuék dara. Maksudanya, bila sudah mengunjungi kenduri kematian,
maka perempuan itu bukanlah gadis.
Pantang Bagi
Suami Istri
Bagi
wanita hamil juga berlaku pantang, di antarnya adalah tidak boleh duduk di
tangga, kalau dilanggar diyakini akan berdampak buruk semisal proses melahirkan
akan susah. Wanita hamil juga dilarang melihat kera, karena dikhawatirkan
anaknya kelak akan mirip kera. Makan nasi dari dalam periuk setelah menikah
akan membuat muka menjadi hitam.
Pantang
juga berlaku bagi si suami. Bila suami pulang ke rumah malam hari saat istrinya
sedang mengandung, si suami tidak boleh langsung masuk ke rumah tapi harus
berhenti beberapa saat di tempat lain. Jika suami melanggar pantang tersebut
maka mahkluk halus (buröng) akan ikut masuk bersamanya ke rumah dan bisa
mengganggu bayi dalam kandungan. Sebelum masuk ke rumah si suami terlebih
dahulu harus meludah beberapa kali di dekat pintu.
Suami
juga pantang membawa pulang makanan pada larut malam bila istrinya sedang hamil
tua. Jika memang harus membawa pulang makanan malam hari karena kondisi
tertentu, misalnya karena istri menginginkannya (ngidam), maka ketika pulang ke
rumah ia harus singgah beberapa saat di tempat lain yang dekat dengan rumah.
Lalu ketika sampai ke rumah harus berdiri dulu beberapa saat dan meludah, tidak
boleh langsung masuk ke rumah.
Makanan
yang dibawakan juga harus diambil sedikit dan dilemparkan ke halaman agar jika
ada mahkluk halus yang mengikutinya akan menganbil makanan itu dan tidak masuk
ke dalam rumah. Bila pantangan ini dilanggar, maka dikhawatirkan jika ada
mahkluk halus yang mengikuti si suami akan sama-sama masuk ke dalam rumah yang
bisa jadi akan menggangu bayi dalam kandungan. Pantang lainnya, suami juga
dilarang memotong daging atau menyembelih hewan saat istrinya hamil tua, bila
pantangan ini dilanggar maka dikhawatirkan anaknya akan lahir cacat.
Setelah
melahirkan, bagi perempuan berlaku juga pantangan tidak boleh makan dalam
piring. Ibu-ibu yang baru melahirkan harus makan dalam mangkuk. Bila pantangan
ini dilanggar diyakini akan membuat badan si ibu menjadi gemuk.
Pantang
lainnya bagi perempuan adalah tidak boleh makan pisang kembar. Bila dimakan
juga, dikhawatirkan perempuan tersebut akan berisiko melahirkan anak kembar.
Bila seorang ibu yang sedang menampi beras, pantang mengarahkan tampinya
(jeuèi) ke arah kamar. Alasannya, kalau itu dilakukan maka salah seorang
anaknya akan berpergian jauh.
Pantang dalam
Bidang Pertanian
Dalam
bidang pertanian berlaku adat pantang tidak boleh menanam tanaman buah pada
pagi hingga siang hari. Melanggar pantangan ini akan membuat tanaman tersebut
tidak berbuah atau biasa jadi berbuah sedikit. Ada tanaman buah tertentu yang
malah disarankan untuk di tanam malam hari. Kelapa misalnya, lebih baik ditanam
malam hari ketika langit sedang cerah, dengan harapan agar berbuah banyak
seperti banyaknya bintang di langit.
Waktu
yang baik lainnya untuk menanan tanaman buah adalah ketika pulang shalat hari
raya, baik hari raya idul fitri maupun idul adha. Saat menanan pohon tersebut
mengucapkan permohonan kepada yang maha kuasa agar tanaman itu bisa berbuah
banyak, seperti banyaknya orang shalat di mesjid.
Pantang
lainnya, kelapa hijau yang secara tak sengaja terlubangi di bagian lain dari
ujung atas atau bawah tak boleh dimakan dan diminum airnya. Kalau ditemukan
harus dihindari, alasannya orang yang meminum airnya akan berisiko besar
kehilangan nyawa akibat tusukan pedang atau terjangan peluru.
Adat
pantang dalam bidang pertanian juga mengatur tentang tata cara orang bertanya
tentang hasil panen. Dalam menanyakan hasil sesuatu pantang menanyakan dengan
kata berapa banyak (padum) tapi harus ditanyakan dengan pertanyaan sedikit
(padit). Bila pantang ini dilanggar, maka hasil panen selanjutnya diyakini
tidak akan banyak.
Kemudian
setelah panen padi (masa luah blang), sawah yang baru selesai dipanen tidak
boleh digarap untuk beberapa saat. Sawah-sawah itu harus dibiarkan begitu saja.
Sawah untuk sementara menjadi milik umum. Pantang ini dimaksud untuk memberi
kesempatan kepada pemilik ternak melepaskan ternaknya ke sawah.
Tapi
saat sawah mulai digarap kembali sampai panen lagi, tidak boleh ada satupun
ternak yang dilepaskan ke sawah. Bila pemilik sawah menemukan adanya ternak
yang memakan padinya, seperti sapi dan kerbau, maka tanpa memberi tahu
pemiliknya ia boleh membacok ternak tersebut sebagai peringatan kepada
pemiliknya. Tapi bila yang memakan tanaman itu adalah kambing atau biri-biri,
maka pemilik lahan (sawah) hanya boleh melumuri sekujur tubuh ternak tersebut
dengan lumpur agar pemiliknya tahu bahwa ternak itu sudah masuk dan memakan
padi di sawah seseorang. Pemilik ternak tidak akan marah ketika menemukan ternaknya
seperti itu, malah ia akan malu pada masyarakat karena lalai menjaga ternah
peliharaannya.
Selain
itu, pantangan lainnya adalah, ketika masa padi di sawah sudah ditanam sampai
panen, tidak boleh dilakukan penanaman batu dikuburan, tidak boleh membakar
kapur, juga tidak boleh menindik telinga. Bila pantang ini dilarang maka padi
di ladang akan rusak dan kuping anak perempuan yang ditindik akan berlubang
besar, tidak sesuai dengan yang diharapkan. Waktu yang diyakini tepat untuk
melakukan itu adalah setelah panen (masa luah blang).
Adat
pantang juga mengatur hari baik untuk memulai membajak sawah. Tanggal yang baik
untuk membajak sawah menurut almanak orang tempo dulu adalah pada tanggal 6,
12, 16, 17, 22, dan 26. Tanggal yang paling baik adalah tanggal 6 karena masih
dalam permulaan bulan. Tapi dari semua tanggal baik itu, pantang memulai
membajak sawah bila jatuh pada hari Jumat. Tidak baik memulai pada hari Jumat
karena, merupakan hari untuk beribadah.
Pantangan
melakukan aktivitas pada hari Jumat sampai kini juga masih berlaku bagi
nelayan. Pantangan ini erat kaitannya dengan Syariat Islam yang mengistimewakan
hari Jumat untuk beribadah, melanggarnya akan membawa malapetaka, sebagaimana
telah menimpa kaum shabat zaman dahulu yang melanggar perintah Allah untuk
tidak melaut pada hari Sabtu. Kaum shabat yang melakukan pelanggaran itu
dikutuk menjadi kera.
Masih
tentang adat pantang dalam bidang pertanian, menjual sawah, kebun atau bangunan
dan barang berharga, tidak boleh dilakukan sebelum ditawarkan kepada tetangga
atau orang dekat. Kalau barang yang dijual berupa kebun atau sawah, maka harus
terlebih dahulu ditawarkan kepada pemilik kebun atau sawah yang bersebelahan
dengannya.
Ragam Pantang
Lainnya
Dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat Aceh, ada juga pantang yang benar-benar
menjadi pantangan yang dijalankan turun temurun hingga sekarang. Pantang bagi
seseorang untuk makan telur yang diambil dari ayam yang sudah mati. Pantang ini
dijalankan sungguh-sungguh oleh para pejuang Aceh pada masa melawan penjajahan
Belanda. Penyebabnya adalah karena ancaman dampak buruk yang ditimbulkan bila
pantang itu dilarang.
Dampak
buruk kalau adat pantang ini tidak diindahkan adalah bila seseorang tertembak
peluru, maka segala upaya pengobatan yang dilakukan untuk mengeluarkan peluru
dari tubuhnya akan sia-sia. Adat pantang ini juga mengikuti ajaran agama Islam
yang tidak boleh memakan sesuatu yang berasal dari bangkai.
Kemudian,
daging yang dibawa pulang malam hari pantang disebut daging, tapi harus disebut
ikan darat dengan menyebut jenis ikan tertentu, kalau tidak maka salah seorang
anggota keluarga akan bermimpi tentang daging, mimpi yang ditamsilkan akan
mendatangkan bencana. Selain itu juga pantang menceritakan mimpi gigi copot
kepada orang lain. Bila seseorang bermimpi salah satu giginya copot, ia tidak
boleh menceritakan mimpi itu pada orang lain. Alasannya, mimpi itu ditamsilkan
sebagai pertanda bahwa akan ada orang dekat atau keluarganya yang meninggal. Bila
mimpi itu diceritakan pada orang lain, maka musibah itu diyakini akan
benar-benar terjadi.
Pantang
lainnya adalah, dilarang mencukur, mencabut gigi, menyapu dan memotong kuku
pada malam hari karena akan mendatangnya malapetaka bila melanggarnya. Selain itu
juga pantang membeli jarum, paku dan garam pada malam hari karena juga diyakini
akan mendatangkan hal yang tidak baik. Tapi bila seseorang mendesak
membutuhkannya, ia bisa mengambilnya langsung baik di toko maupun di tempat
tetangganya dengan memberi bahasa isyarat, tanpa menyebut nama barang tersebut.
Orang
tua di pedesaan juga sering mengingatkan anaknya untuk tidak membunuh bunglon.
Ini merupakan pantang yang sangat dijaga oleh setiap orang tua untuk kebaikan
anaknya. Alasannya, bila seseorang membunuh bunglon, maka ia akan menjadi
pemalas. Tentu saja tak ada orang tua yang menginginkan anaknya menjadi
pemalas.
Tak
jelas apakah adat pantang ini benar-benar memberikan dampak negatif seperti
yang dijelaskan atau tidak. Tapi banyak orang yang mematuhinya, apalagi
masyarakat yang hidup di pedesaan dan daerah terisolir, yang masih memegang
kuat adat dan budaya.
Selain
beberapa adat pantang yang sudah kita bahas tadi, masih banyak lagi adat
pantang lainnya yang berlaku dalam masyarakat Aceh. Soal benar tidaknya akan
menimbulkan dampak buruk bila melanggar adat pantang tersebut, selain belum
teruji kebenarannya, juga belum terbukti kesalahannya.
Semua
itu tentunya tergantung pada penilaian dan pemahaman masing-masing orang untuk
percaya atau tidak. Yang jelas hal-hal yang baik yang terkandung di dalam adat
pantang ini harus tetap dilestarikan. Pelestarian yang harus dilakukan oleh
kita sendiri sebagai orang Aceh, meunyö kén anoë leuhöp, meunyö kèn dröe gob,
singkatnya, meunyö kén dröe téuh, gob peu pasai. Begitu wasiat endatu dalam
hadih maja. (iskandar norman)
Tagged with:
atjeh
Unknown
This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
Popular Posts
-
Nafsiah Mboi, Usai Kondom Sekarang Minyak BabiSetelah membuat marah umat Islam melalui program 'Kondom'-nya, kini Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboi menolak sertifikasi halal p...
-
Terduga Teroris di Bekasi Diduga Jaringan LamonganTEMPO.CO, Bekasi - Densus 88 Antiteror Mabes Polri mencokok Siswanto dan Abidin, dua orang terduga teroris, di Bekasi tadi malam. Penangk...
-
YasinTa baca yasin oeh lheuh seumbahyang bak jum'at malam yang that mulia Nue peu trang hate ban mandum insan yang baca Qu'ran...
-
Bireuen 600 Tahun Silam Bukan LegendaBerbagai legenda tentang Jeumpa dan Bireuen sering didengar dan dituturkan. Tapi, yang satu ini di luar itu semua. Ia adalah penanda...
-
5 Kali Sehari Aceh Dilanda GempaAceh - Warta Indonesia : Aceh kembali dilanda gempa, Gempa pertama yang berkekuatan 6,2 SR terjadi pada pukul 14.37 WIB berpusat di B...
-
Awas, Terompet dan Topi Tahun Baru Lambang PemurtadanTahun baru masehi identik dengan terompet dan topi kerucut. Tidak sedikit masyarakat Muslim yang ikut merayakannya, juga dengan meniu...