budaya
Mengibarkan Haba Aneuk Nanggroe Atjeh (HANA). Diberdayakan oleh Blogger.
NATIJAH
NATIJAH
HUKUM DAN KRIMINAL
HUKUM DAN KRIMINAL
NANGGROE
NANGGROE
atjeh
atjeh
nasional
nasional
SYA'E
clean-5
HADIH MAJA
Home
/
/ Unlabelled
/ Lamreh: Memori Kearifan Zaman Silam
Lamreh: Memori Kearifan Zaman Silam
Posted by: Unknown Posted date: 05.15.00 / comment : 0
Pemandangan
di Lamreh, Aceh Besar, menakjubkan. Laut yang biru, perbukitan dengan padang
rumput yang menghijau di musim penghujan, kapal-kapal penangkap ikan yang
mengapung di bentangan teluk Krueng Raya, serta nun di sana masih membayang
Pulau Weh yang menyelinap di balik kabut laut. Semuanya menjadi daya pikat
alami yang mampu menghilangkan kesemerautan pikiran akibat rutinitas kerja.
Apalagi di kala matahari hendak pulang ke peraduan. Matahari yang jatuh ke samudera India itu
menyemburkan sinar keemasan yang lembut dan indah.
Lamreh
juga terkenal dengan Benteng Inong Bale (janda-janda pejuang). Sebuah
benteng yang diyakini pernah menjadi
kubu pertahanan pasukan Inong Bale dipimpin Laksamana Malahayati (penghujung
abad ke-16 M). Benteng lainnya di sekitar Lamreh adalah benteng Kuta Leubok
yang berada di sebelah timur Lamreh, di kaki perbukitan yang dialiri Krueng
Leubok. Selain itu, di lokasi yang
dikenal dengan Ujong Bate Kapai (UBK) di Lamreh terdapat satu pulau kecil, atau
tepatnya karang yang berada tepat di
depan UBK. Karang itu sering disebut dengan Pulo Amat Ramanyang. Menurut
legenda yang kerap dituturkan masyarakat Aceh, karang yang memang agak mirip
bentuk kapal itu adalah kapal Amat Ramanyang yang telah dikutuk jadi batu sebab
durhaka kepada ibunya. Karang yang
berkaki dalam kebiruan air laut itu semakin menambah pesona dan keunikan yang
jarang dimiliki daerah lain di sepanjang pesisir utara Aceh.
Lamreh
memiliki potensi kepariwisataan yang tinggi. Yakin, setiap orang yang ingin
menikmati pemandangan pesisir utara Sumatera bagian baratnya, tentu, tidak akan
pernah kecewa dengan pesona alam yang disaksikan dari atas perbukitan Lamreh.
Di Lamreh, Aceh akan menjadi kenangan indah bagi pengunjung dari luar Aceh,
sedangkan bagi orang Aceh sendiri, ia akan benar-benar merasa bahwa cintanya
semakin terpatri kuat untuk tanah kelahirannya ini.
Dan
ternyata, keletakan Lamreh dan lanskap perbukitannya yang memiliki pemandangan
alam yang istimewa itu tidak hanya memikat kita yang hidup di masa sekarang.
Enam abad yang silam, Lamreh telah terpilih untuk menjadi sebuah kota maritim
dan merupakan kediaman para raja Muslim. Lebih dari separuh pertama abad ke-15
M, para raja Muslim silih berganti memerintah dari kota yang dibangunnya ini.
Mereka juga dimakamkan di sana dalam benteng kota yang didirikan sepanjang tebing perbukitan. Bagaimana keindahan dan
keteraturan tata ruang kota ini pada masa tersebut masih belum dapat
digambarkan secara lebih akurat. Namun, dari puing-puing tinggalan kota, setiap
orang bisa mengamati adanya penyekatan ruang dengan tembok batu yang di
sebagian tempat mencapai ketinggian lebih dari dua meter. Badan tembok juga
memiliki lebar yang muat untuk dua atau tiga orang berjalan berdampingan.
Bahkan tembok yang dikenal dengan benteng Inong Bale, hakikatnya, adalah bekas
bagian reruntuhan tembok kota yang sekurang-kurangnya telah ada sejak abad
ke-15 M.
Konstruksi
bangunan lainnya di atas perbukitan Lamreh selain tembok-tembok penyekat itu
adalah sebuah sumber air berlantai bebatuan yang mungkin dulunya tersusun rapi
dengan bagian mata air yang dibiarkan terbuka. Luasnya terbilang besar. Sumber
air ini sering disebut dengan kulam Putro Ijoe (kolam Putri Hijau) , mengacu
kepada Hikayat Putroe Ijoe. Tapi tampaknya, kolam besar yang berada di sisi
barat UBK ini merupakan sumber air tawar bagi penghuni kota, dan juga bagi
kapal-kapal yang berlabuh di teluk Krueng Raya dikarenakan letaknya yang berada
di pinggir tebing teluk sehingga mudah untuk memompakan air ke
kapal-kapal. Lain itu, ditemukan pula
sejumlah petakan-petakan dari batu yang berukuran lebih kecil. Boleh jadi,
merupakan petakan pemakaman atau lainnya.
Sebuah
konstruksi bangunan yang masih terlihat megah sekalipun sebagiannya cuma
tinggal puing-puing dan dalam kondisi tidak terawat sama sekali adalah benteng
Kuta Leubok. Bagian tembok benteng yang masih terlihat lebih utuh hanya
sepanjang puluhan meter saja dengan dua sisa menara penjagaan yang satunya
(sebelah selatan) rusak berat. Bagian
ini berada dekat dengan muara sungai Leubok yang dalam peninjauan dua tahun
lalu sudah tersumbat pasir. Selebihnya, searah tepi sungai Leubok ke selatan
sampai dengan koridor timur perbukitan UBK terlihat hanya tinggal sisa
fondasinya saja. Namun dengan sangat jelas, sisa-sisa konstruksi tersebut
memperlihatkan adanya sebuah kota maritim kuno di Lamreh dan Kuta Leubok
sekarang.
Temuan
serta lainnya adalah tembikar, porselin serta koin-koin kuno yang sudah pernah
diteliti oleh beberapa pengkaji, antara lain arkeolog independen Dedy Satria
yang berdomisili di Banda Aceh. Temuan-temuan tersebut semakin mengukuhkan
kawasan Lamreh dan Kuta Leubok itu sebagai sebuah kota maritim kuno yang padat
dan dinamis.
Temuan
tinggalan sejarah yang paling signifikan ialah batu nisan makam penghuni kota
maritim tersebut. Corak batu nisan, ragam hias pada batu nisan, inskripsi dan
sebaran batu nisan dalam kawasan tersebut merupakan sumber-sumber data sejarah
yang takkan ternilai harganya. Adalah
hal yang sangat patut disyukuri sebab batu-batu nisan tersebut masih
ditakdirkan untuk tertinggal sampai dengan hari ini—sekalipun dalam kondisi
sangat memprihatinkan—sehingga kita masih dapat mengindentifikasikan siapakah
penghuni kota tersebut pada zamannya. Andaikata nisan-nisan itu hilang ditelan
masa, maka musnahlah bagian yang paling penting dari sejarah awal bangsa ini,
dan kota itu akan menjadi misteri untuk selamanya.
Beberapa
peneliti dari dalam dan luar negeri telah pernah menjadikan beberapa tinggalan
sejarah di kawasan situs Lamreh dan Kuta Leubok sebagai fokus penelitian mereka
antara lain Suweidi Montana, Edward Mckinnon, Suprayitno, Repelita Wahyu Utomo,
Dedy Satria serta Claude Guillot dan Ludvik Kalus. Hasil-hasil penelitian
mereka telah pula dipublikaskan. Namun masyarakat umum di luar Lamreh hanya
mengetahui tentang keberadaan situs Benteng Inong Bale di Lamreh. Awal-awal
2012, Mizuar Mahdi dari LSM Masyarakat Peduli Sejarah Aceh (MAPESA)
menginformasikan bahwa ia menemukan sebuah batu nisan tipe plang-pleing di
kebun cabai milik warga Lamreh. Nisan kubur tersebut menarik perhatian karena
ternyata adalah milik seorang berjabatan qadhi (hakim). Ia bernama Isma’il dan
bergelar Shadrul Islam. Maka, pada pertengahan tahun itu pula, LSM Central
Information for Samudra Pasai Heritage (CISAH) dan MAPESA turun ke lokasi untuk
melakukan peninjauan umum yang pertama kali, disusul beberapa kali peninjauan
lanjutan.
Peninjauan
CISAH dan MAPESA tersebut menghasilkan data-data historis penting , antara
lain, adanya sebaran batu nisan kuno dari paruh pertama abad ke-15 M. Lewat
inskripsi pada batu-batu nisan tersebut tersingkap nama-nama tokoh yang telah
hidup dan meninggal dunia di Lamreh pada pertengahan pertama abad tersebut.
Ternyata, sebagian besar mereka yang tercatat namanya pada batu-batu nisan
adalah para raja dan sultan: Malik Syamsuddin (W. 14 Ramadhan 822 H/1419 M),
Malik ‘Alawuddin (W. 30 Ramadhan 822 H/1419 M), Sultan Muhammad bin ‘Alawuddin
(W. 834 H/1431 M), Al-Malik Nizar bin Zaid (W. 837 H/1434 M), Malik Jawwaduddin
(W. 842 H/1439 M), Malik Zaid (W. 844 H/1441 M), Malik Zainal ‘Abidin (W.
[84?]5 H/1441 M), Malik Muhammad Syah (W. 848 H/1444 M), dan Sultan Muhammad
Syah (W. 908 H/1503 M).
Dari
data-data historis itu langsung dapat diambil kesimpulan bahwa kawasan situs
Lamreh dan Kuta Leubok merupakan sebuah kota pemerintahan Islam di barat
pesisir utara Aceh dalam paruh pertama abad ke-15 M. Bila diamati beberapa nama tokoh, corak batu nisan serta
ragam hiasnya tertangkap kesan adanya pengaruh masyarakat Arab Muslim dari
pantai Coromandel (Arab: Ma’bar) baik itu manusia maupun kebudayaannya.
Kerajaan ini mempunyai afiliasi dengan Samudra Pasai, dan berelasi langsung
dengan kekaisaran Cina. Suatu hal yang lebih jelas, kota kerajaan ini memiliki
peran penting dalam dunia perdagangan abad ke-15 M.
Diyakini
pula bahwa pembangunan kota kerajaan ini berawal dari suatu pertimbangan
strategis baik demi kepentingan perdagangan maupun da’wah kepada Islam.
Kerajaan ini tampaknya telah mengawali sejarah kerajaan Islam di bagian barat
pesisir utara Aceh.
Lamreh
dengan demikian adalah memori kearifan zaman silam yang mesti dipertahankan
kelestariannya sehingga dapat terus disaksikan oleh generasi-generasi mendatang
sebagai suatu lembaran sejarah bangsa yang istimewa dan tak tergantikan. Lebih
dari itu, Lamreh sebagai sebuah kota maritim kuno di jalur sutra bahari antara
barat dan timur dunia juga merupakan salah satu warisan umat manusia yang amat bernilai
sehingga layak untuk berada dalam naungan organisasi-organisasi dunia yang
bertanggung jawab dalam bidang warisan budaya umat manusia (misykah.com)
Tagged with:
Unknown
This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
Popular Posts
-
Terduga Teroris di Bekasi Diduga Jaringan LamonganTEMPO.CO, Bekasi - Densus 88 Antiteror Mabes Polri mencokok Siswanto dan Abidin, dua orang terduga teroris, di Bekasi tadi malam. Penangk...
-
YasinTa baca yasin oeh lheuh seumbahyang bak jum'at malam yang that mulia Nue peu trang hate ban mandum insan yang baca Qu'ran...
-
Nafsiah Mboi, Usai Kondom Sekarang Minyak BabiSetelah membuat marah umat Islam melalui program 'Kondom'-nya, kini Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboi menolak sertifikasi halal p...
-
Bireuen 600 Tahun Silam Bukan LegendaBerbagai legenda tentang Jeumpa dan Bireuen sering didengar dan dituturkan. Tapi, yang satu ini di luar itu semua. Ia adalah penanda...
-
5 Kali Sehari Aceh Dilanda GempaAceh - Warta Indonesia : Aceh kembali dilanda gempa, Gempa pertama yang berkekuatan 6,2 SR terjadi pada pukul 14.37 WIB berpusat di B...
-
Awas, Terompet dan Topi Tahun Baru Lambang PemurtadanTahun baru masehi identik dengan terompet dan topi kerucut. Tidak sedikit masyarakat Muslim yang ikut merayakannya, juga dengan meniu...