budaya
Mengibarkan Haba Aneuk Nanggroe Atjeh (HANA). Diberdayakan oleh Blogger.
NATIJAH
NATIJAH
HUKUM DAN KRIMINAL
NANGGROE
NANGGROE
atjeh
atjeh
nasional
nasional
SYA'E
clean-5
HADIH MAJA
Jejak Muallim Samudra Pasai
Posted by: Unknown Posted date: 08.09.00 / comment : 0
AIR
mengalir tenang dalam kanal tua itu. Pohon bakau tumbuh subur di kanan kiri.
Letak saluran air ini tak jauh dari Jalan Merdeka Barat, jalur masuk ke pusat
Kota Lhokseumawe. Terusan yang menyambung dengan Krueng Cunda dan bermuara ke
laut itu juga bisa dilihat dari lokasi makam Teungku Lhokseumawe di Gampông
Banda Masen, Kecamatan Banda Sakti.
“Kanal
Cunda dari Banda Masen, Uteun Bayi sampai Kutablang (Kecamatan Banda Sakti),
sebelah utara ataupun timur laut, itu aktif di zaman (Kerajaan) Samudra Pasai.
Pada masa itu mungkin kanal ini menjadi jalur yang sering dilewati (kapal)
tongkang-tongkang,” ujar peneliti sejarah dan kebudayaan Samudra Pasai,
Taqiyuddin Muhammad.
Di
atas balai markas Central Information for Samudra Pasai Heritage atau CISAH di
Gampông Uteun Bayi, Jumat malam pekan lalu, Taqiyuddin mempresentasikan hasil
penelitiannya. Presentasi diprakarsai salah seorang tokoh masyarakat, T. Anwar
Haiva, dihadiri Kepala Dinas Perhubungan, Pariwisata, dan Kebudayaan
Lhokseumawe Ishaq Rizal, Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan
Lhokseumawe Ibrahim, dan warga pencinta sejarah.
Hasil
penelitian Taqiyuddin, ditemukan bukti konkret ada kehidupan maritim yang kuat
pada era Samudra Pasai. Ya, Samudra Pasai adalah pangkalan di jalur sutra
bahari. Para sejarawan sering menyebutkan letak geografis Samudra Pasai sangat
strategis.
Taqiyuddin
meyakini, Samudra Pasai sebagai kerajaan maritim pada masa silam tentu
mempunyai armada dagang, armada militer, atau angkatan laut yang menunjukkan
kekuatan maritimnya sangat kuat. “Jadi, ini sebenarnya kemaritiman atau
kelautan Lhokseumawe yang sangat berpotensi. Saya kira, Kanal Cunda itu bisa
diaktifkan kembali, dan jika dipadu dengan hutan mangrove (bakau), tentu akan
menjadi daya tarik wisata yang cukup potensial,” ujar Taqiyuddin.
Namun,
kata Taqiyuddin, pemerintah harus membatasi bangunan permanen di lintasan
kanal. Kalau tidak ada bangunan rangka baja, setiap orang yang melewati jalur
masuk ke kawasan pusat Kota Lhokseumawe bisa melihat kanal.
Di
sekitar lintasan kanal, Taqiyuddin melanjutkan, ditemukan banyak batu nisan
kuno yang menunjukkan kawasan ini dulunya pemukiman Samudra Pasai. Di lokasi
ini juga sering ditemukan dirham atau koin emas sebagai alat tukar masa
Kerajaan Samudra Pasai.
Hasil
identifikasi Taqiyuddin, kawasan inti pemukiman para pelaut era Samudra Pasai
berada di Jeulikat dan Blang Weu Baroh, Kecamatan Blang Mangat, Lhokseumawe,
saat ini. Di kawasan itu ada kompleks pemakaman amat luas, makam-makam yang
batu nisannya bersurat. Lokasi ini belum dilestarikan, bahkan menjadi tempat
peliharaan ternak warga.
“Di kompleks
pemakaman juga ada lambang-lambang yang berkaitan erat dengan kelautan atau
ilmu bahari. Ada beberapa kompleks yang dihuni mu’allim-mu’alim atau para
pelayar atau navigator. Salah satunya kompleks, makam Mu’allim Ahmad. Di sana
ada sekitar 50 batu nisan kuno,” ujar Taqiyuddin.
Di
Jeulikat, hasil identifikasi Taqiyuddin ada pula nisan dari makam anak Mu’allim
(navigator) Damah. Karena itu, kata dia, ketika muncul pertanyaan di mana letak
pemukiman para pelaut kalau benar Samudra Pasai dikenal dengan kemaritiman,
Jeulikat-lah jawabannya.
“Kalau
sebelumnya kita bertanya, di mana pangkalan laut Samudra Pasai, pangkalan
lautnya di Lhokseumawe. Jadi, kalau kita ingin merancang Lhokseumawe sebagai
ikon Bandar Samudra Pasai, sah-sah saja karena kita memiliki bukti konkret,
termasuk pemakaman abad ke-15 dan abad 16,” ujar Taqiyuddin.
Namun,
kata Taqiyuddin, perlu penelitian lebih lanjut dengan melibatkan tim lebih
lengkap, termasuk para arkeolog guna memetakan bagaimana sebenarnya Lhokseumawe
abad ke-16. Kemudian potensi ini diberdayakan menjadi aset pariwisata yang
sangat baik sebagai lokasi wisata sejarah dan religi.
“Karena
untuk mengundang investasi luar, kita harus punya sesuatu yang bisa kita
tawarkan, yang memiliki nilai jual. Saya kira, ini bisa kita tawarkan karena
punya nilai besar; Lhokseumawe sebagai Bandar Samudra Pasai, dengan keberadaan
kanal dan pemukiman pelaut,” ujarnya.
Melalui
penelitian lanjutan, Taqiyuddin meyakini akan ditemukan lebih banyak informasi
dan aset sejarah berupa artefak. Temuan artefak-artefak, kata dia, membuat
Lhokseumawe berpotensi membangun museum sejarah dengan spesialisasi museum
maritim.
“Kita orang
laut, maka kehidupan bahari diangkat kembali. Apalagi ternyata Lhokseumawe
pernah dihuni oleh mu’allim-mu’allim (navigator) besar. Selat Malaka tidak
mungkin dilalui tanpa navigator karena lantai laut ada yang dangkal, berbukit,
dan sebagainya. Para mu’allim itu bermukim di sini,” ujarnya. Taqiyuddin
optimis Lhokseumawe akan menjadi pusat perhatian dunia kalau potensi ini
diangkat.
Paparan
Taqiyuddin membuat Kepala Dinas Perhubungan Lhokseumawe Ishaq Rizal, terharu.
“Ternyata kita punya banyak potensi purbakala yang luar biasa, bagi saya
pribadi ini sesuatu yang baru. Informasi seperti inilah yang selama ini saya
cari-cari,” ujar Ishaq Rizal.
Temuan
Taqiyuddin, kata Ishaq Rizal, ibarat “gayung bersambut” dengan program Dinas
Perhubungan yang tengah memprioritaskan pengembangan sektor pariwisata,
termasuk rencana membangun museum sejarah. Karena itu, Ishaq ingin menjalin “ijab
kabul” dengan CISAH guna melanjutkan penelitian. Sumber : http://atjehpost.com
Tagged with:
Budaya
Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
Popular Posts
-
Penasaran dengan Izhharul Haq, CISAH ke PeunaronNaskah Izhharul HaqPeunaron, satu nama tempat yang terdengar akrab bagi mereka yang meminati kajian-kajian sejarah permulaan kedatangan Islam ke pesisir...
-
Tante Girang Incar Berondong Di Kota LhokseumaweIni bukan film, tapi nyata terjadi di Kota Petro Dolar Lhokseumawe. Kelompok wanita usia 40an tahun aktif mengincar pemuda berpenampilan ...
-
Naskah Surat Sultan Zainal ‘Abidin (Wafat 923 H/1518 M)DALAM kunjungan ke Museum Negeri Aceh, 2008 silam, kami memang sudah merencanakan untuk memeriksa kemungkinan adanya naskah-naskah manu...
-
Menyusuri Makam Raja JeumpaMengawali sejarah Kabupaten Bireuen, dulunya dikenal wilayah Jeumpa. Baru setelah pemekarannya dengan kabupaten induk yakni Aceh Utara, ...
-
Pendeta Muhamad Husein Hosea Gencar Misionaris di AcehMuhamad Husein Hosea Gencar pendeta asal Aceh kelahiran Sigli, Aceh Pidie, 14 Agustus 1951. Kini aktor utama misionaris untuk Aceh. Bahka...
-
Kisah Korban Tsunami Aceh Selamatkan Bayi dan Muncul Perahu PenyelamatFauziah (45), seorang ibu berhasil menyelamatkan kelima anaknya dari terjangan tsunami. Di antaranya, satu bayi yang masih berusia 5 bu...