breaking

budaya

Mengibarkan Haba Aneuk Nanggroe Atjeh (HANA). Diberdayakan oleh Blogger.

NATIJAH

NATIJAH

HUKUM DAN KRIMINAL

HUKUM DAN KRIMINAL

NANGGROE

NANGGROE

atjeh

atjeh

nasional

nasional

SYA'E

clean-5

HADIH MAJA

/ / / / Sejarah Kekristenan Di Aceh Singkil Nanggroe Aceh Darussalam

Share This
Gereja Kristen Preotestan pakpak Dairi (GKPPD) mandiri (memishakan diri secara baik baik dari HKBP) tahun 1995, memiliki kantor pusat di Sidikalang namun memiliki pelayanan kepada orang-orang Pakpak secara khusus, di Kabupaten Dairi, Pakpak Bharat, Aceh Singkil dan diluar daerah-daerah inti tersebut. Setelah tahun 1995 itu pula gereja yang dahulu bernama HKBP Simerkata Pakpak beralih nama menjadi gereja GKPPD, termasuk gereja-gereja yang ada di Aceh Singkil terdiri dari 14 gereja (dulunya 16, namun sekarang dua gereja lain menjadi wilayah pemerintahan Kodya Subulusalam, tentu masih ada gereja lain seperti gereja Katolik sebanyak 3 unit, HKI 1 unit, dan gereja Kharismatik 4 unit dan kebaktian-kebaktian di rumah-rumah terkhusus bagi para karyawan di perkebunan Socfindo, Astra dll. Khusus dalam kewilayahan suku Pakpak dikenal dengan si 5 suak, atau 5 wilayah atau tanah wulayat kependudukan suku pakpak, yakni Simsim (Pakpak Bharat), Keppas Pegagan (Kabupaten Dairi), Kelasasen (wilayah yang mencakup Pakkat,  Parlilitan di Humbahas, hingga Manduamas, di Tapanuli Tengah) dan yang terakhir adalah Boang (kabupaten Aceh Singkil).
            Khusus bagi gereja GKPPD, wilayah pelayanan di Aceh Singkil berada dalam dua Ressort resort Kuta Kerangan dan resort Kerras (resort adalah satuan pelayanan yang menanungi beberapa gereja).
Sejarah Masuknya Agama Kristen di Aceh Singkil:
            Sebelum masuknya agama Kristen di Aceh Singkil telah ada agama terdahulu yang dianut masyarakat yakni agama Islam dan aliran Animisme. Singkil merupakan kelahiran Syech Abdul Rauf yang hingga sekarang diakui sebagai tokoh siar Islam ke ranah Minang Kabau, dan tanah kelahiran penyair ulung pada jamannya bernama Hamzah Fansuri.
            Pada tahun 1930 oleh Belgia dibukalah perkebunan karet dan kelapa sawit di kecamatan Simpang Kanan yang dinamai PT Socfindo Lae Butar. Perkebunan ini mengambil tenaga kerja dari wilayah Aceh hingga wilayah lain seperti Jawa dan Sumatera Utara. Dengan demikian berdatanganlah penduduk baru, dan dari antara mereka banyak pula yang beragama Krsiten. Kemudian dari mereka ada yang menetap sebagai karyawan dan sebagian lagi membuka ladangnya sendiri diluar perkebunan besar tersebut. Pada kemudiana terbentuk pula kampong-kampung di sekitar perkebunan-perkebunan tersbut.
Dalam kesempatan itulah para penginjil melihat dari Salak Pakpak Bharat, ingin menyampaikan berita Injil ke saudara-saudaranya di Aceh Singkil. Salah seorang dari putra daerah yang memiliki hati dan kemauan menerobos hutan berjalan hingga ke Kuta Kerangan yang penduduknya masih menganut animisme, dia adalah Evangelist I.W. Banurea. Inilah awal kekristenan di Aceh Singkil, sebab masyarakat menerima agama yang baru itu dengan sukacita. Tahun 1932 evangelis tadi bekerja sama dengan perkebunan Socfindo mendirikan gereja, kemudian satu demi satu desa-desa yang menganut animism itu dikunjungi dan terbentuklah gereja-gereja seperti:
GKPPD Kuta Kerangan, di desa Kuta Kerangan berdiri tahun 1932  sekarang 180kk, 850 Jiwa, GKPPD Siatas/Pertabas di desa Siatas/pertabas berdiri tahun 1940 sekarang 130 kk 500 Jiwa, GKPPD Kuta Tinggi di desa Kuta Tinggi  berdiri tahun 1943 sekarang 75 kk 450 jiwa, GKPPD Tuhtuhen di desa Tuhtuhen  berdiri tahun 1948 sekarang 110 kk 800 jiwa, GKPPD Lae Gecih di desa Lae Gecih berdiri tahun 1967 sekarang  72 kk 400 jiwa, GKPPD Mandumpang di desa Mandumpang berdiri tahun 1950 sekarang 103 kk, 500 jiwa, GKPPD Siompin di desa Siompin berdiri tahun 1964 sekarang 110 kk, 600 jiwa, GKPPD Keras di desa Keras berdiri tahun 1952 sekarang 150 kk, 800 jiwa, GKPPD Guha di desa Guha berdiri tahun 1947 sekarang36 kk, 100 jiwa, GKPPD Gunung Meriah  di desa Gunung Meriah berdiri tahun 1960 sekarang 100 kk 600 jiwa, GKPPD Sanggaberru di desa SANGGABERRU berdiri tahun 1962 sekarang 120 kk 500 jiwa, GKPPD Daling Dangguren di desa Dangguren berdiri tahun  1995 sekarang 141 kk 600 jiwa, GKPPD Biskang di desa Biskang berdiri tahun 1953 sekarang 100 kk 600 jiwa, GKPPD Situbuhtubuh di desa  situbuhtubuh berdiri tahun 1989 sekarang 25 kk 125 jiwa, GKPPD Penanggalen di desa Penanggalen berdiri tahun 1946 sekarang 95 kk, 400 jiwa, GKPPD Jontor di desa Jontor berdiri tahun  2006 sekarang 54 kk 153 jiwa, total warga GKPPD di aceh Singkil dan Subulu salam adalah1601 kk , 6478 jiwa.

Masalah yang Dihadapi Gereja:
            Semenjak masuknya Injil tahun 1930 hingga 1960, tidak ada hambatan yang terjadi kepada gereja. Bahkan patut di catat gereja di Kuta Kerangan dan beberapa gereja lain (bangunan lama dari kayu, dan tidak ada lagi) itu adalah hasil tukangan seorang Haji yang mahir bertukang.  Dari Lipat kajang (desa terdekat yang penduduknya muslim) seorang raja berdama Raja Dayo, setiap tahun baru 1 januari selalu mengunjungi gereja dan menyampaikan salam bagi orang Kristen agar senantiasa hidup rukun dan bekerja keras.
Akan tetapi setelah tahun 1961,  mulailah muncul hambatan-hambatan yang memilukan bagi orang Kristen.
Pada Tahun 1961, bermunculan orang-orang panjang rambut (karena memiliki rambut panjang seperti perempuan) dalam kebaktian orang Kristen dan meminta supaya gereja ditutup, karena daerah ini adalah daerah Aceh yang tidak member tempat bagi warga beragama lain. Memang kegiatan mereka sampai disitu saja tidak berlanjut.
            Kemudian Tahun 1968 Daud Breweh dating ke Lipat Kajang dan desa Rimo, dalam pidatonya mengatakan:”Supaya gereja ditutup dan kegiatan agama Kristen  dihentikan. Alasannya karena daerah ini adalah daerah Istimewa Aceh yang penduduknya harus beragama islam. Akibat pidato Daud Breweh ini, sebagian umat Kristen  sempat pergi mengungsi ke daerah Sumatera Utara, karena takut dipaksa masuk menjadi penganut agama Islam.
Selanjutnya Tahun 1979 terjadi insideen antara umat Islam dan umat Kristen. Kejadian itu terpicu karena gereja Katolik mendirikan gerejanya di Mandumpang, dan ditgambah pula dengan datangnya penginjil dari Gereja Tuhan Indonesia (GTI) dari Medan yang bermaksud mendirikan gerejanya di Gunung Meriah. Melihat keadaan ini umat Islam yang ada di Simpang Kanan merasa tersinggung dan tidak dapat menahan amarah lagi, akhirnya pembangunan gereja katolik di Mandumpang danpembangunan gereja GTI di desa Gunung Meriah digagalkan, dan sekaligus gereja GKPPD di Siatas, GKPPD Sanggaberru, GKPPD Gunung Meriah, dibakar.
Melihat amukan  pihak-pihak takbertanggung jawab tersebut dan menjaga hal-hal yang tidak diingini maka hamper seluruh umat Kristen dari Acveh Singkil mengungsi ke Sumatera Utara selama 4 bulan  meninggalkan lading dan rumah serta ternak yang sudah pasti hilang selama pengungsian. Pada saat itu berkat kerjasama Pemerintahan Aceh dan Pemerintahan Sumatera Utara insiden pun didamaikan dengan membuat ikarar perdamaian. Ikrar kerukunan bersama ini ditanda tangani  11 orang tokoh Islam dan 11 tokoh Kristen serta disaksikan  oleh Muspida Tk II Aceh Selatan, Muspida Tk II Tapanuli Tengah dan Muspida Tk II Dairi, pada tanggal 13 Olktober 1979 di Lipat Kajang. Ada pun isi ikrar kerukunan tersebut berbunyi sbb al:

Umat Islam Pada Wilayah Tersebut
            Umat Islam dan Umat Kristen dalam wilayah Kecamatan Simpang Kanan menjamin ketertiban dan keamanan dan terujudunya  stabilitas wilayah dan krukunan beragama. Mmeminta kepada pemerintah supaya para pelaku-pelaku akibt terjadinya gangguan ketertiban dan keamanan baik di pihak umat Islam maupun umat Kristen agar dapatr ditindak menurut hukum yang berlaku.
Pendirian/rehab gereja dan lain-lain tidak kami laksanakan sebelum mendapat izin dari pemerintha  daerah Tk II Aceh Selatan, sesuai dengan matgeri dari keputusan bersama menteri Agama dengan Menteri Dalam Negeri Nomor: 1 tahun 1969.
Pelanggaran dari perjanjian/pernyataan tersebut diatas kami bersedia  dituntut menuruh hukumn yang berlaku.
Kami tidak menerima kunjungan baik pastur atau pendeta atau ulama-ulama yang memberikan kuliah/pemandian/pembaptisan/sakramen kepada umatnya dalam wilayah kecamatan Simpang kanan, kecuali sudah mendapat izin dari pemerintah setempat.
Setelah perdamaian itu orng Kristen kembali dari pengungsiannya.
            Anak anak orng Kristen tidak mendapat pendidikan agama Kristen di sekolah tetapi sebaliknya dididik dalam pelajaran agama Islam. Hal ini terjadi hingga sekarang, bahwa baik di tingkat SD maupun SMP dan SMA tidak mendapat pendidikan agama tersebut. Kalau tiba penerimaan raport semester tentu anak anak orang Kristen sedih melihat nilai rendah, dan itu memancing mereka untuk mengikikuti pendidikan agama Islam agar nilainya bisa lebih tinggi, apalalgi setiudaknya ada 3 mata pelajaran yang berhubungan dengan Islam seperti sejarah peradaban Islam, Bahasa Arab, dan agama Islam. Sebenarnya ada beberapa guru yang penempatannya sebagai pendidik agama Kristen,namun oleh kepala sekolah mereka diharuskan mengajar bidang studi lain.
Sering terjadi usha-usaha pembakaran gereja yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab. Dikatakan tidak bertanggungjawab karena tidak ada yang mengaku perbuatan tersebut, seperti :
Pada hari senin 27 Maret 1995 sekitar jam 02.00 wib malam hr terjadi usaha pembakaran undung-undung (rumah ibadat) Kristen GKPPD Penanggalen kecamatan penanggalen. Berkat bantuan masyarakat  rumah ibadat tersebut  dapat diselamatkan. Telah dilaporkan kepada pihak keamanan namun pelakuknya tidak pernah terungkap.
Pada hari Jumat 21 Maret 1997 sekitar 02.30 wib dini hari terjadi usaha pembakaran  gereja GKPPD Sanggaberru, kecamatan Gunung Meriah. Berkat usaha dan bantuan masyarakat api dapat dipadamkan .sama, hingga sekarang tidak teruangkap siapa pelakunya.
Pada hari Senin 20 Juli 1998 juga dini hari jam 02.30 – 03.30 terjadi usaha pembakaran gereja GKPPD Siompin, GKPPD Mandumpang dan GKPPD Lae Gecih. Hingga kini tidak diketahui siapa pelakunya.
Pada hari Selasa 21 Juli 1998 terjadi usaha pembakaran gereja GKPPD Gunung Meriah desa Suka Makmur. Api mati sendiri hanya melalap dinding gereja sedikit dan mati dengan sendirinya. Pelakunya juga tidak diketahui hingga sekarang.
Pembakaran terakhir terjadi pada 1 September 2003 kepada satu gedung yang dibangun untuk tempat ibadah gereja Khrismatik. Kejadiannya bermula dari rencana Pdt. Saragih yang berencana mau melakukan kebaktian kebangunan rohani (KKR) di ruang terbuka dengan memakai music seperti keyboard. Sebelumnya pendeta menyebar undangan agar dating ke KKR tersebut, namun entah bagaimana salah satu undangan itu jatuh ke tangan saudara beragama Islam. Itu memicu kemarahan kaum muslim, dengan sekitar 500 orang, mendatangi lokasi pada saat acara akan dilaksanakan dan membakar bangunan berserta semua alat-alat KKR seperti 2 unit sepeda motor
Terjadi penutupan 10 unit gereja GKPPD di Aceh Singkil pada tgl 15 September 2001. Pada masa itu tokoh masyakat dan pemjka agama Islam mengirimkan surat kepada camat kec. Simpang Kanan, camat Gunung Meriah dan damat Danau Paris. Surat itu berisi keberatan mereka atas perehapan gereja GKPPD Kuta Kerangan dan mendirikan gereja: Siompin, Tuhtuhen, Kuta Tinggi, Siatas (Pertabas), Sanggaberru, Keras dan lain lain. Memang orang Kristen  memperbaiki gerejanya karena gereja lama telah sangat darurat sehubungan tidak pernah didapatkannya ijin untuk merehabilitasi. Menurut *okoh umat Islam, tindakan masyarakat Islam itu telah melanggar perjanjian yang telah dibuat pada 11 Juli dan 13 Oktober 1979. Masalah ini langusng  ditangani muspid Kabuapten Aceh Singkil  yang dipimpin Bupati Drs Makmur Syahputra Bancin. Bupati mengudang tokoh umat Kristen tgl 9 Oktober 2001 dan 11 Oktober 2001. Pada pertemuan pertama umat Kristen berdialog dengan Muspida Aceh Singkil  tentang keberatan pemuka agama Islam kecamatan Simpang Kanan dan kecamatan Gunung Meriah. Dalam dialog itu pemuka umat Kristen tetap mempertahankan  agar perehapan gereja GKPPD Kuta Kerangan dapat dilanjutkan dan kegitan gereja-gereja lainnya dapat diizinkan  seperti biasanya.
Akan tetapi Muspida Kabupaten Aceh Singkil membuat kesimpulan sesaii dengan apa yang mereka putuskan dalam dialog dengan pemuka agama Islam. Keputusan itulah yang diterapkan muspida  kepada umat Kristen di Aceh Singkil.
Muspida Aceh Singkil dan pemuka Agama Islam  member ijin kepada umat Kristen di Aceh Singkil Satu unit Gereja GKPPD di Kuta Kerangan, dan dapat diteruskan pembangunannya, Empat unit Undung-undung (rumah doa) yakni di desa Lae Gecih, Biskang, Sukamakmur dan di desa Keras, Selebihnya seperti GKPPD Siatas, GKPPDKuta Tinggi, GKPPD Tuhtuhen, GKPPD Situbuhtubuh, GKPPD Sanggaberru, GKPPD Daling Dangguren, GKPPD Mandumpang, GKPPD Siompin, GKPPD Guha, GKPPD Uruk Perjejeren harus tutup. Di luar gereja GKPPD 3 unit gereja Katolik di Napagaluh, dan Mbalno  kec. Danau Paris, Gereja Katolik Gunung Meriah, ditambah lagi 3 Unit Gereja Kharismatik, dan satu gereja HKI harus juga ditutup. Kalau kita kalkulasi maka ada 17 Gereja yang harus di tutup.
            Tgl 11 Oktober 2001 Muspida Aceh Singkil memanggil pemuka agama Islam danopemuka agama Kristen, sekaligus menyuuruh menandatangani naskan yang telah dipersiapkan  oleh Muspida Aceh Singkil  yang berjudul: “Surat Perjanjian Bersama Umat Agama Islam dan Kristen Kecamatan Simpang Kanan, Gunung Meriah, dan Danau Paris Kabupaten Aceh Singkil” sekaligus penanda tanganan naskah tersebut oleh Pemuka agama Islam dan pemuka agama Kristen dan muspida Aceh Singkil.
Tgl 1-3 Mei 2012, tim bentukan pembab Aces Singkil akhirnya menyegel gereja-gereja diluar perjanjian than 2001. Penyegelan itu sebenarnya bagian dari akibat demonstrasi warga Islam tgl 30 April 2012 di pendopo kantor Bupati. Merekalah pengerah massa ratusan orang dari berbagai Kecamatan untuk menuntut agar pemkab turun tangan membongkar seluruh gereja yang tidak berijin.  Jam 12.00 mereka memulai orasi-orasi tendensius dan membuat pegawai di kantor Bupati tersebut gelisah. Keadaan itu berakhir setelah kapolres AKBP Bambang Syafrianto SIK mengajukan usul : Memberi kesempatan kepada umat Kristen membongkar gereja-gerejanya dalam tempo 3 x 24 jam, dan jikalau tidak dibongkar maka tim lah yang akan turun membongkar. Usul ini disambut dengan tepuk tangan, sekaligus langsung dibentuk tim dengan ketuanya adalah Asisten II pemkab Aceh Singkil. Keesokan harinya Selasa 1 Mei 2012, tim pun turun dan menuju GKPPD Siatas.
Di gereja ini mereka disambut dengan puluhan ibu-ibu yang menangis histeris bahkan ada yang pingsan. Ini yang mengakibatkan mereka tidak jadi menyegel gereja tersebut dan meminta agar pengurus gereja dan ketua bangunan bersama 3 kepala desa agar menghadap bupati tgl 2 Mei 2012. Tim pun beranjak menuju Kec. Danau Paris dan menyegel 3 gereja sekaligus, yakni GKPPD Biskang di Napagaluh, Gereja Katolik Biskang di Napagaluh dan Katolik Sikoran.
Sehubungan dengan permintaan Bupati untuk menghadap, harii Rabu tgl 2 Mei 2012 2 orang pendeta Pdt. Elson Lingga dan Pdt. Erde Berutu mendampingi utusan dari GKPPD Siatas, St.Norim Berutu, Jirus Manik, 3 orang Kepala desa dari desa Pertabas, Kuta Kerangan dan Siatas yang nyata-nyata membela keberadaan gereja, ditambah 2 orang lagi warga jemaat. Dalam pertemuan yang semula hanya undangan lisan berobah menjadi pertemuan yang formal. Bupati mengatakan bahwa pembongkaran bangunan-bangunan gereja itu adalah harga mati.
Statemen itu juga didukung oleh Kapolres, dengan menyatakan bahwa sebenarnya tidak ada lagi dialog selain pemberitahuan jadwal-jadwal. Keputuysan itu ditantang oleh kedua pendeta yang mengatakan bahwa sebenarnya pemerintah harus mengedepankan penerapan Undang-undang yang dikeluarkan pemerintah berupa SKB 2 Menteri dan Pergub, bukan justru mengacu kepada perjanjian-perjanjian masa lalu yang tidak lagi sesuai dengan kondisi dan perkembangan umat Kristen. Bukan orang Kristen yang tidak mau mengurus ijin, tetapi ijinlahyang tidak pernah bisa keluar walau telah diupayakan semampu gereja.
Pada pertemuan tersebut bupati kemudian mengatakan bahwa yang dia maksud harga mati bukan pembongkaran gereja tetapi penerapan undang undang tentang pengaturan pendirian rumah ibadah. Kapolres juga mengatakan akan menyampaikan proses selanjutnya ke tingkat provinsi untuk meminta tuntunan.
Meskipun demikian pada keesokan harinya gereja GKPPD Siatas dan gereja lainnya seperti GKPPD Siompin, Mandumpang, GMII Siompin, GMII Mandumpang, Gereja Katolik Siompin dan gereja lainnya mendapat penyegelan.
Banyak orang mengatakan demo ini adalah akibat dari hasil Pilkada Bupati tgl 9 April 2012 yang dimenangkan pasangan Sapriadi- Dulmusrid dengan dukungan dominan orang Kristen.menurut kami  adalah sebagai berikut:
Betapa rentannya penghargaan masyarakat terhadap agama sehingga dengan mudah bisa dipelintir menjadi peristiwa yang mencekamkan dan menakutkan. Ini bisa terjadi karena telah lama tertanam keharmonisan semu, sehingga sesewaktu bisa kembali terjadi.
Tidaklah menjadi persoalan  apakah ini akibat pilkada dalam artian sifatnya hanya temporer dan akan tenang kembali. Saatnya kini duduk bersama mendahulukan dialog untuk mengatasi persoalan yang sensitive tersebut dan membuat permufakatan dngan saling menghargai sehingga ke depan tidak terulang lagi peristiwa seperti ini.
Sebagai umat Kristen yang meneladani Kristus, jalan damai penuh kasih adalah jalan pilihan kita. Walaupun kita harus menderita bahkan mati, janganlah perilaku kita tercoreng dengan kebencian kepada saudara-saudara kita yang berkeyakinan lain. Kita harus melakukan tugas dan panggilan kita sebagai garam dan terang di dalam situasi apapun.
Bagi seluruh masyarakat pecinta damai, hendaknya  mengambil peran menjaga keutuhan pluralitas bangsa yang bhineka tunggal ika ini. Dan mendukung agar Singkil bisa menjadi kabupaten yang damai saling menghargai dan menghindari kekerasan.



«
Next

Posting Lebih Baru

»
Previous

Posting Lama