breaking

budaya

Mengibarkan Haba Aneuk Nanggroe Atjeh (HANA). Diberdayakan oleh Blogger.

NATIJAH

NATIJAH

HUKUM DAN KRIMINAL

HUKUM DAN KRIMINAL

NANGGROE

NANGGROE

atjeh

atjeh

nasional

nasional

SYA'E

clean-5

HADIH MAJA

/ / Unlabelled / Masyarakat Aceh Tamiang Dilibatkan Dalam Restorasi Hutan

Share This

JAKARTA - Pembukaan hutan untuk perkebunan dan konsesi penebangan kayu bulat (logging) semakin marak di Aceh, terutama di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL).
Aktivis lingkungan hidup asal Aceh, Rudi Putra, dalam suatu diskusi di Jakarta, baru-baru ini mengungkapkan bahwa sejak pembukaan HPH (Hak Pengusahaan Hutan) di kawasan Leuser pada tahun 2001 hingga sekarang, tidak terdapat begitu banyak kayu log.
Namun beberapa bulan lalu, ia menemukan kayu-kayu log besar di Aceh Tamiang dan sebagian besar diketahui berasal dari kegiatan penebangan ilegal.
"Ada banyak perkebunan ilegal juga, tetapi sejak dulu tidak ada penegakan hukum seperti yang kami minta. Sekarang bersama masyarakat, kami dari LSM bekerjasama dengan kepolisian dan juga pemerintah daerah, karena masyarakat paham kalau dampak dari banjir itu pasti longsor akibat penebangan liar," kata  Rudi Putra.
Menurut Rudi, masyarakat sebetulnya marah dengan kegiatan penebangan liar di kawasan Leuser. Meluapnya sungai-sungai besar akibat kegiatan yang melanggar hukum menyebabkan banjir di Aceh Tamiang.
"Kalau kami sedang melakukan pemantauan, ratusan warga minta ikut sehingga kadang-kadang kami harus memutar jalan, karena kalau masyarakat ikut kita takut nanti ada kejadian anarkis. Mereka tahu dampak dari kerusakan hutan, " ujar Rudi.
Sejak 2009-2011 para aktivis lingkungan di Aceh telah berhasil menutup 26 perkebunan ilegal di dalam kawasan Leuser. Total ada 3000 hektar perkebunan sawit yang ditutup. Belakangan jumlah itu ditambah dengan 10 ribu hektar konsesi, perambahan dan Hutan Tanaman Industri (HTI).
"Ini hanya di wilayah Aceh Tamiang, dan sampai sekarang sudah 500 hektar (dari jumlah 10 ribu hektar lahan ilegal) yang kami restorasi (pengembalian fungsi hutan) bekerjasama dengan masyarakat setempat," lanjut Rudi.
Biaya restorasi hutan seluas itu ternyata tidak membutuhkan biaya yang fantastis dan sangat mudah, kata Rudi.
"Restorasi yang kami lakukan kemarin hanya butuh biaya 180 Dolar AS per hektar, kurang dari Rp2 Juta. Bayangkan dengan anggaran pemerintah untuk restorasi, yang kabarnya mencapai Rp1 Triliun per tahun, tetapi bagaimana hasilnya" Kita juga tahu bahwa sesudahnya pohon-pohon ditanam sembarangan," tutur Rudi.
Seterusnya ia menjelaskan, untuk satu hektar restorasi ia dan masyarakat hanya perlu menebang kelapa sawitnya dan melakukan pemantauan di lokasi agar berjalan dengan baik.
"Pada tahun 2009 sudah ada 400 hektar HPH perkebunan sawit ilegal yang kami restorasi di kawasan konservasi Leuser. Pada Juni 2009 semua kelapa sawit sudah bersih, hanya tersisa beberapa pohon saja. Pada 2010 pohon-pohon sudah mulai tumbuh cepat sekali, hanya beberapa bulan. Kemudian April 2011 pohon-pohon sudah lumayan tinggi. Hutan cepat sekali tumbuhnya," kisah Rudi, yang tidak merinci pohon-pohon apa saja  yang ditanam kembali di areal bekas kebun kelapa sawit itu.
Yang paling menggembirakan, kata Rudi, kembalinya habitat satwa langka ke hutan Leuser; dari mulai orangutan, serta harimau dan gajah.
"Sekarang kami tinggal menjaga (hutan) saja dan ada satu tim yang ditugaskan untuk melakukan pemantauan agar jangan sampai masyarakat masuk dan melakukan perusakan di sana," jelas Rudi Putra.
Untuk mendukung kelestarian Kawasan Ekosistem Leuser, aktivis dari WALHI Aceh, ahli konservasi dan perwakilan masyarakat meluncurkan petisi di change.org yang ditujukan kepada Gubernur Zaini Abdullah.
Ini merupakan petisi ketiga yang digagas oleh kelompok aktivis melalui change.org, untuk menegaskan pentingnya pelestarian hutan di Aceh. Sebelumnya, aksi serupa digagas untuk penyelamatan Kawasan Rawa Tripa, ketika wilayah gambut itu dirusak oleh penanaman kelapa sawit milik PT. Surya Panen Subur dan PT. Kalista Alam. Teknik pembukaan lahan dengan cara dibakar juga dinilai berbahaya karena meningkatkan jumlah emisi gas rumah kaca.
Direktur WALHI Aceh, Muhammad Nur, menggagas petisi penyelamatan Kawasan Ekosistem Leuser yang dapat diunduh di www.change.org/LindungiLeuser.
Nur mengatakan, bahwa sebenarnya terdapat pengakuan eksistensi KEL sebagai kawasan strategis nasional dengan fungsi lindung dalam rancangan Peraturan Gubernur. Namun, di dalam Rancangan Tata Ruang Aceh tidak ditemukan pengakuan sama sekali mengenai KEL sebagai kawasan strategis nasional (acehonline.info).       
«
Next

Posting Lebih Baru

»
Previous

Posting Lama