breaking

budaya

Mengibarkan Haba Aneuk Nanggroe Atjeh (HANA). Diberdayakan oleh Blogger.

NATIJAH

NATIJAH

HUKUM DAN KRIMINAL

HUKUM DAN KRIMINAL

NANGGROE

NANGGROE

atjeh

atjeh

nasional

nasional

SYA'E

clean-5

HADIH MAJA

/ / Unlabelled / Menelesuri Jejak Kerajaan Trumon

Share This


AZAN berkumandang tidak lama setelah kami tiba di Keude Trumon, Aceh Selatan, tiga hari lalu. Saya bersama tiga teman bergegas berangkat ke masjid di kawasan itu untuk menunaikan salat Asar.
Selesai salat berjemaah, kami rehat sejenak di warung dekat masjid. Secara kebetulan, seorang laki-laki paruh baya melintas, lantas kami menyapanya dan memperkenalkan diri.
“Bang, kami dari Lhokseumawe, kami mau melihat tempat-tempat bersejarah disini, apakah abang tahu dimana tempatnya,” tanya saya dari misykah.com.
“O… kalau disini biasanya orang mengunjungi Benteng Kuta Batee, disana adek-adek (adik) bisa melihat bagaimana masyarakat Trumon membuat pertahanan dari serangan Portugis zaman dulu,” ujar laki-laki itu. “Baik, terima kasih, bang. Selain benteng itu, apakah ada bukti lain terkait sejarah, misalnya batu nisan yang bertulis aksara Arab,” tanya saya lagi.
Laki-laki tersebut menjawab, “Kalau itu banyak, dek. Lokasinya tidak jauh dari masjid ini,” ujarnya sembari mengarahkan telunjuk ke satu tempat.
“Boleh ya, kami berkunjung kesana”.
“Tentu boleh, tapi tunggu dulu, saya kasih tahu ahli waris penjaga makam itu”.
Ia kemudian mengeluarkan telpon genggam dari saku celananya dan menghubungi seseorang. “Na jame dariLhokseumawe jineuk jak ziarah u makam, dipat raja jinoe (ada tamu dari Lhokseumawe ingin ziarah makam, dimana posisi raja saat ini),” kata dia berbicara dengan orang tersebut.
Mendengar “raja” yang diucapkan laki-laki itu, dalam hati saya berkata, “Apakah abang ini ingin mempertemukan kami dengan seorang raja”.
Tak sampai sepuluh menit setelah laki-laki itu menutup telpon seluler, muncul seorang kakek mengendarai sepeda motor butut dan berhenti di muka kami.
Meski sudah renta, laki-laki berpostur pendek itu terlihat masih gagah. “Assalamulaikum,” ucapnya yang kemudian kami jawab serentak, “wa’alaikumsalam”.
“Gata-gata nyoe dari Lhokseumawe mandum (kalian dari Lhokseumawe),” ia bertanya dengan santun.
“Beutoi (benar),  Abu,” ujar salah seorang di antara kami. Kami memanggilnya “Abu” lantaran ia sudah tua. “Kamoe rencana neuk jak u makam siat (kami ingin ziarah ke makam)”.
Kakek itu mengangguk. Kami lantas berjalan kaki ke lokasi makam. Saat itu saya masih penasaran dengan “raja” yang disebut laki-laki paruh baya tadi. Rasa penasaran terjawab seketika tatkala si kakek memperkenalkan diri meski belum sempat kami menanyakan namanya.
“Nan lon Raja Ubit, lon salah sidroe keturunan Raja Trumon (nama saya Raja Ubit, saya salah seorang keturunan Raja Negeri Trumon,” ujarnya tanpa dusta. Sekonyong-konyong dalam hati saya berkata, “Masyaallah, rupanya ini yang dimaksud ‘raja’ oleh abang yang tadi”.
Kami tiba di kompleks pemakaman Raja-Raja Negeri Trumon. Saat pertama melihat tempat tersebut, saya hampir saja tidak percaya kalau disini pernah berdiri sebuah kerajaan yang megah. Melihat kehidupan rakyat Trumon hari ini seakan mustahil di kawasan ini pernah berkembang kehidupan yang berperadaban tinggi.
Raja Ubit lantas bercerita tentang sejarah negerinya. “Dalam sejarah Aceh, Negeri Trumon merupakan sebuah kerajaan yang berdaulat dan mempunyai sistem kerajaan yang tersohor hingga ke beberapa negara di Asia dan Eropa”.
Negeri Trumon, kata Raja Ubit, berdiri sejak abad ke-17. Saat itu ada seorang pendatang dari Aceh Besar dikenal dengan sebutan Teuku Raja Djakfar membangun kerajaan di wilayah selatan Aceh.
“Maka berdirilah Kerajaan Trumon yang akhirnya mendapat pengakuan dari Kerajaan Aceh dengan diberikannya Cap Sikureueng, dan memiliki mata uang sendiri,” ujar Raja Ubit penuh semangat.
Nisan-nisan makam para raja masih tegak dan Benteng Kuta Batee tampak kokoh sampai hari ini meski pernah dihempas tsunami. Nisan makam raja-raja dan benteng itu sebagai bukti tinggalan sejarah Trumon. Kini Trumon tak semegah masa silam. Trumon hari ini hanya salah satu kecamatan di Kabupaten Aceh Selatan.
Tentu masih banyak jejak kerajaan lainnya di Bumi Aceh Bertuah ini. Sebagian di antaranya terlupakan oleh kajian sejarah dan luput dari perhatian penguasa negeri ini. Jejak Kerajaan Trumon yang berada di pedalaman salah satu dari sederet tinggalan sejarah yang terkesan terabaikan.
“Pengembalian marwah Aceh sebenarnya dapat dicapai salah satunya dengan bercermin pada sejarah. Itulah sebabnya penting mengangkat kembali sejarah kerajaan-kerajaan di Aceh”. Begitulah harapan Raja Ubit menutup perbincangan dengan kami.
Ketika kami minta izin pamit, Raja Ubit berkata, “Jagalah keuneubah indatu, karena indatu kita adalah orang-orang yang dekat dengan Allah. Dan sampaikan salam kami untuk masyarakat di Negeri Samudra Pasai”. (misykah.com)
«
Next

Posting Lebih Baru

»
Previous

Posting Lama