breaking

budaya

Mengibarkan Haba Aneuk Nanggroe Atjeh (HANA). Diberdayakan oleh Blogger.

NATIJAH

NATIJAH

HUKUM DAN KRIMINAL

HUKUM DAN KRIMINAL

NANGGROE

NANGGROE

atjeh

atjeh

nasional

nasional

SYA'E

clean-5

HADIH MAJA

/ / Unlabelled / Abu Tanoh Abe

Share This

Perpustakaan Kuno Tanoh Abee terdapat di Desa Tanoh Abee, di kaki Gunung Seulawah, Aceh Besar. Perpustakaan Tanoh Abee terletak di dalam kompleks Pesantren Tanoh Abee yang didirikan oleh keluarga Fairus yang mencapai klimaks kejayaannya pada masa pimpinan Syekh Abdul Wahab yang terkenal dengan sebutan Teungku Chik Tanoh Abee. Beliau meninggal pada tahun 1894 dan dimakamkan di Tanoh Abee.
Pengumpukan naskah (manuskrip) Dayah Tanoh Abee telah dimulai sejak Syekh Abdul Rahim, kakek dari Syekh Abdul Wahab. Naskah yang terakhir ditulis pada masa Syekh Muhammad Sa’id, anak Syekh Abdul Wahab yang meninggal dunia pada tahun 1901 di Banda Aceh, dalam tahanan Belanda. Perpustakaan Tanoh Abee yang terdapat di Desa Tanoh Abee, Kecamatan Seulimum, Kabapaten Aceh Besar. Menurut hasil penelitian Arkeologi Islam Indonesia, perpustakaan tersebut merupakan satu-satunya perpustakaan Islam tertua di Nusantara, bahkan termasuk perpustakaan Islam yang paling tua di Asia Tenggara.


 CIKAL

Keberadaan perpustakaan Tanoh Abee ini tak terlepas dari sejarah pendirian sebuah pesantren (dayah) yang dibangun oleh ulama asal negeri Baghdad, bernama Fairus Al-Baghdady yang datang ke Aceh pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M). Fairus hijrah ke Aceh waktu itu bersama 7 saudaranya. Empat orang, termasuk Fairus menetap di wilayah Aceh Besar. Tiga saudara lainnya menyebar ke Pidie dan Aceh Utara. Diperkirakan Fairus Al-Baghdady inilah sebagai ulama yang mula-mula membangun pesantren (dayah) tersebut, yang kemudian dikenal dengan pesantren Tanoh Aceh sebagai cikal-bakal dari perpustakaan kuno Tanoh Abee sekarang ini. Karena di dalam pesantren tersebut tersimpan ribuan kitab tulisan tangan karya para ulama Aceh terdahulu. 

 PEWARIS
Perpustakaan yang terletak di kaki gunung Seulawah yang berjarak sekitar 42 km ke arah Timur Kota Banda Aceh, atau sekitar 7 km ke pedalaman sebelah Utara ibukota Kecamatan Seulimum ini, dikelola secara turun temurun sejak 600 tahun lalu. Mulai dari pendirinya Syeh Fairus Al-Baghdady pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, diteruskan oleh seorang anaknya bernama Syeh Nayan. Kemudian Syeh Nayan ini mewariskan kembali perpustakaan tersebut sekaligus pesantrennya bernama Syeh Abdul Hafidh.
Selanjutnya beralih ke tangan Syeh Abdurrahim, yang menurut catatan sejarah, Syeh Abdurrahim termasuk pewaris pesantren Tanoh Abee yang sangat banyak mengumpulkan naskah-naskah kuno untuk menjadi koleksi perpustakaan. Dari Syeh Abdurrahim perpustakaan dan pesantren ini diwarisi oleh Syeh Muhammad Saleh. Diteruskan oleh anaknya Syeh Abdul Wahab. Kemudian Syeh Muhammad Sa’id. Dari Muhammad Sa’id pesantren ini diurus oleh Teungku Muhammad Ali, hingga kemudian jatuh kepada pewaris terakhir sekarang ini, yaitu Al-Fairusy, sebagai pewaris urutan ke-9.

 DISALIN 

            Dari pewaris terakhir inilah penulis memperoleh sejumlah keterangan tentang sejarah dan keberadaan perpustakaan kuno Tanoh Abee. Dari 9 orang keturunan yang mewariskan perpustakaan ini, yang menonjol kemajuannya adalah pada masa kepemimpinan Syeh Abdul Wahab (pewaris ke-6). Syeh Abdul Wahab inilah yang kemudian dikenal sebagai ulama besar yang berpengaruh di Aceh dengan sebutan Teungku Chik Tanoh Abee. Ketika pesantren Tanoh Abee berada di bawah kepemimpinannya, hampir seluruh perhatian Syeh Abdul Wahab dicurahkan untuk memajukan perpustakaan. Ia sangat berminat agar perpustakaan pesantren Tanoh Abee menjadi sebuah perpustakaan Islam terbesar di Nusantara, dan bahkan dapat menjadi perpustakaan Islam terbesar di Asia Tenggara. Untuk mengujudkan cita-cita itu, Syeh Abdul Wahab menyalin ribuan kitab berbahasa Arab ke dalam bahasa Jawi dari berbagai ilmu pengetahuan untuk menjadi perbendaharaan perpustakaan Tanoh Abee. Hal yang menyedihkan ketika ulama Nuruddin Ar-Raniry memusnahkan kitab-kitab karya ulama Sufi terbesar di Aceh, yaitu Syeh Hamzah Fansuri, karena ajarannya dianggap “sesat” oleh Nuruddin Ar-Raniry. Orang memperkirakan dengan kejadian itu semua kitab Hamzah Fansuri telah habis dibakar saat itu. Ternyata sebahagian besar kitab-kitab dari karya Hamzah Fansuri yang ditulis tangan masih sempat diselamatkan di perpustakaan Tanoh Abee hingga sekarang ini. 

RUSAK

Sejumlah naskah kuno, kitab hasil karangan para ulama Aceh terdahulu, hingga akhir abad ke-18 diperkirakan sekitar 10.000 buah naskah (tulis tangan) tersimpan di perpustakaan ini. Namun dalam perjalanan waktu naskah-naskah tersebut banyak yang lapuk dan rusak akibat tidak mendapat perawatan sebagaimana mestinya. Selain itu, naskah-naskah tersebut juga banyak yang dimusnahkan dan dicuri oleh Belanda ketika mereka masuk ke Tanoh Abee waktu itu. Kini menurut cerita Tgk. M. Dahlan Al Fairusy selaku pimpinan pesantren sekaligus pengelola perpustakaan kuno Tanoh Abee ini, jumlah kitab yang masih tersisa di perpustakaan ini sekitar 3.000 naskah lagi. Sebagian disimpan di pesantren dan sebagian lagi tersimpan di rumah Tgk. Dahlan agar tidak sampai hilang.
H.Harun Keuchik Leumiek DIANTARA kitab-kitab tulisan tangan yang masih utuh terlihat di perpustakaan kuno Tanoh Abee adalah kitab karya ulama besar Aceh Syeh Hamzah Fansury sebanyak 14 judul naskah. Karangan Syeh Syamsuddin as Sumatrani 10 judul, karya Syeh Nuruddin Ar-Raniry 12 judul dan kitab karangan Syeh Abdurrauf Al-Singkili: sebanyak 14 judul naskah. 

 POPULER

Suatu yang aneh, perpustakaan kuno Tanoh Abee dalam pemanfaatannya lebih populer, di luar negeri dari pada di Aceh ataupun di Indonesia. Banyak para ilmuan dari luar datang ke perpustakaan ini untuk mengadakan penelitian. Dari buku tamu, mereka yang berkunjung ke perpustakaan kuno ini kebanyakan adalah mahaguru (profesor). Doktor-Doktor dari berbagai negara. Ada yang dari Amerika, Australia, Negeri Belanda, Pakistan, Prancis, Inggris, India, dari Mesir, Arab Saudi, bahkan dari Bangladesh. Kalau dari Malaysia tak terhitung jumlahnya. Mereka yang berkunjung ke perpustakaan ini paling banyak. Dari perpustakaan ini pula cukup banyak yang telah berhasil memperdalam ilmunya dalam penulisan tesis atau disertasi dengan meneliti naskah dan kitab-kitab kuno yang terdapat di perpustakaan Tanoh Abee. Dalam daftar buku tamu, yang berkunjung ke perpustakaan ini, tampaknya memang lebih banyak dimanfaatkan oleh para ilmuan luar negeri Mereka datang ke perpustakaan ini kadang menginap beberapa minggu untuk meneliti naskah-naskah kuno tulisan tangan guna memperoleh informasi yang diperlukan

 KERTAS KUNO 

 Karena itu, perpustakaan Tanoh Abee ini lebih dikenal namanya di luar negeri ketimbang dimanfaatkan oleh, ilmuan-ilmuan dari dalam negeri. Seperti dalam buku tamu, di situ terdapat nama-nama antara lain: Dr. Daniel Berecelius seorang professor Sejarah dari Universitas Los Angeles. Danny Lombard, profesor sejarah dari Prancis yang menulis, buku paling lengkap tentang sejarah Sultan Iskandar Muda. Dr. Russell Jones dari London yang khusus datang untuk meneliti bentuk-bentuk kertas kuno yang dipakai dalam penulisan naskah tulisan tangan yang terdapat di perpustakaan ini. Masih banyak ilmuan lainnya dari berbagai negara yang datang ke perustakaan ini untuk tujuan penelitiannya. 

 SEGERA DIBANGUN 

Menyadari betapa pentingnya penyelamatan perpustakaan kuno Tanoh Abee sebagai pusat pengembangan ilmu agama Islam, maupun sebagai warisan sejarah Aceh yang sangat berharga, Gubernur NAD Abdullah Puteh memberi perhatian serius terhadap kondisi perpustakaan Islam Tanoh Abee ini. Dalam kunjungannya ke pesantren Tanoh Abee belum lama ini, sangat kagum melihat kitab-kitab kuno karya ulama Acch terdahulu yang kini banyak tersimpan di perpustakaan pesantren tersebut. Saat itu gubemur langsung memberitahu Wagub NAD Azwar Abubakar agar segera membangun kernbali sebuah gedung perpustakaan, yang permanen dalam komplek pesantren Tanoh Abee ini untuk menyimpan dan menyelamatkan naskah-naskah hasil karya ulama Aceh dimaksud. 

 PUSAT KAJIAN

Perpustakaan ini merupakan aset yang tak ternilai harganya. “Karena itu seluruh santri di pesantren ini selain terus dapat mempelajari kitab-kitab tersebut, juga sekaligus supaya merawatnya dengan baik,” ucap gubernur. Menurutnya, semua peninggalan naskah diperpustakaan Tanoh Abee ini bukan saja menjadi pusat kajian para ilmuan dalam negeri, tetapi juga peneliti dari berbagai negara lainnya. Perhatian, Pemda NAD untuk membangun kembali perpustakaan kuno Tanoh Abee ini, patut disyukuri tidak hanya oleh masyarakat Aceh sendiri tapi juga oleh. seluruh umat Islam di Nusantara bahkan di Asia Tenggara. Karena, perpustakaan Islam tertua ini telah cukup banyak memberikan konstribusi bagi pengembangan ilmu-ilmu keagamaan Islam di Nusantara dan Asia Tenggara. Bahkan sampai ke negara-negara lainnya.
«
Next

Posting Lebih Baru

»
Previous

Posting Lama